Jumlah Rokok Ilegal Makin Menurun, ini Tanggapan Bea Cukai
jpnn.com, JAKARTA - Penelitian dan Pelatihan Ekonomika dan Bisnis (P2EB) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Gajah Mada (FEB UGM) kembali merilis hasil survei cukai rokok ilegal 2018.
Survei yang bertujuan untuk mengestimasi persentase pelanggaran cukai rokok ilegal yang dilakukan oleh industri rokok secara nasional dan menghitung proporsi pelanggaran cukai rokok ilegal berdasarkan tipe pelanggaran ini dilakukan di 426 Kota/Kabupaten.
Hasilnya, terdapat penurunan persentase rokok ilegal di tahun 2018, dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Terdapat lima tipe pelanggaran cukai rokok yang dilakukan industri rokok, atau lebih dikenal dengan modus rokok ilegal, yaitu menggunakan pita cukai yang bukan haknya (salah personalisasi), pita cukai yang tidak sesuai peruntukannya, pita cukai palsu, pita cukai bekas, dan tanpa pita cukai (polos).
Pada 2016, menurut survei yang dilakukan lembaga yang sama, tercatat total persentase pelanggaran sebesar 12,14%, dengan rincian jenis pelanggaran salah personalisasi 3,52%, salah peruntukan 1,58%, bekas 1,95%, palsu 1,16%, polos 3,93%.
Sementara tahun ini, total persentase pelanggaran menurun hingga 7,04%, dengan rincian jenis pelanggaran salah personalisasi 0,54%, salah peruntukan 1,05%, bekas 0,64%, palsu 1,11%, polos 3,70%.
Menanggapi hasil survei ini, Humas Bea Cukai, Robert Leonard Marbun mengatakan penurunan persentase rokok ilegal di pasaran mengindikasikan pengawasan yang efektif dalam mendorong kepatuhan pengguna jasa di bidang cukai.
“Bea Cukai kian meningkatkan pengawasan cukai ilegal dari tahun ke tahun, salah satunya dengan mencanangkan program Penertiban Cukai Berisiko Tinggi di 2017 yang masih kami galakkan hingga saat ini. Melalui program PCBT yang dideklarasikan tujuh bulan lalu, Bea Cukai membuktikan kerja nyata dan sinergis dalam melindungi masyarakat dan industri cukai dalam negeri, serta pengamanan penerimaan negara melalui berbagai hasil penindakan terhadap pelanggaran cukai," jelas dia.
Program PCBT ini, lanjut Robert, bertujuan untuk memberantas praktik perdagangan barang kena cukai ilegal dan tidak sehat, serta dalam rangka pengamanan hak keuangan negara khususnya terkait dengan produksi, peredaran, dan perdagangan barang kena cukai.