Kada Takut Belanjakan APBD, Rp 273 Triliun Disimpan di Bank
jpnn.com - JAKARTA - Sekretaris Kabinet, Pramono Anung, mengatakan rendahnya serapan belanja modal pemerintah daerah terjadi karena para kepala daerah takut membelanjakan APBD lantaran dihantui kriminalisasi. Sehingga, mereka membiarkan anggaran mereka mengendap di bank-bank daerah.
"Salah satu faktor kenapa penyerapan anggaran rendah, karena berdasarkan masukan kepala daerah rata-rata takut gunakan anggaran. Jadi lebih baik anggaran itu disimpan di dalam bank daerah, bahkan terjadi peningkatan sebelumnya di April Rp253 triliun sekarang menjadi Rp273 triliun," kata Pramono.
Ini disampaikan, usai rapat kerja dengan Komisi II DPR, Senin (24/8), yang membahas anggaran Seskab, sekaligus rapat pertama Pramono dengan mitranya di DPR. Dengan kondisi tersebut, lanjut politikus PDI Perjuangan itu, di daerah itu uang negara dan BUMN itu ada tapi mereka tak berani menggunakannya.
"Ini yang perlu didorong agar anggaran itu digunakan. Sore ini Presiden ingin dengar masukan pelaku dunia usaha, maka diundang 20 besar top BUMN dan 20 besar top para pelaku pasar di pasar modal. Presiden ingin dengar masukan para pelaku utama, di pasar gimana menyikapi persoalan yang ada. Hambatan apa yang harus dihilangkan," jelasnya.
Mantan Anggota DPR itu memastikan bahwa Presiden sudah melakukan langkah-langkah tepat untuk membangun kepercayaan publik atas kondisi perekonomian nasional akibat faktor internal maupun eksternal. Salah satunya mengumpulkan penegak hukum, gubernur, kapolda, serta kajati.
"Tujuannya supaya serapan anggaran bisa lebih tinggi, karena kita masih sangat rendah, yakni sampai saat ini untuk belanja modal baru sampai 20 persen. Walaupun keseluruhan sudah di atas 50 persen, tapi belanja modal masih sangat kecil," ujarnya.
Dalam pertemuan dengan Presiden, tambah Pramono, banyak gubernur, bupati dan walikota mengaku tak berani menggunakan APBD karena masih ada ketakutan dikriminalisasi dalam persoalan hukum. Karena itu harus ada payung hukumnya.
"Secara prinsip Presiden lihat hal yang kebijakan, policy, itu jangan dipidanakan. Kedua bersifat administratif juga jangan dipidanakan. Kalau ada kesalahan administratif ada UU Nomor 30 Tahun 2014 yang atur itu, maka itu yang digunakan, secara perdata," tambahnya.(fat/jpnn)