Kaesang Krama
Oleh Dhimam Abror DjuraidKaesang bukan Gatotkaca. Tidak ada perang tanding untuk memperebutkan Erina Gudono.
Namun, kisah cinta Kaesang dengan beberapa wanita sebelum Erina layak menjadi episode tersendiri dengan judul 'Kaesang Krama’.
Dalam tradisi Jawa, upacara menikahkan anak adalah simbol yang menunjukkan kebesaran dan pengaruh keluarga. Makin meriah pesta perkawinan, kian besar pengaruh si empunya gawe.
Makin banyak tamu yang datang, kian tinggi gengsi tuan rumah. Makin panjang jalan yang macet, kian hebat reputasi si pemilik hajatan.
Pesta perkawinan bisa diselenggarakan sampai tujuh hari tujuh malam. Berbagai jenis pertunjukan dipertontonkan, mulai dari wayang kulit, tayuban, sampai dangdutan.
Tradisi Jawa tidak biasa membedakan urusan pribadi dengan urusan dinas. Maka, para pegawai di kantor akan dilibatkan sebagai panitia mantenan.
Kalau seorang lurah punya gawe mantu, maka carik, kebayan, dan semua perangkat desa akan dilibatkan sebagai panitia, sekaligus menjadi petugas terima tamu.
Para pejabat desa itu akan didandani dengan pakaian tradisional bersama istrinya, lalu harus berdiri berjam-jam berjejer membentuk barisan untuk menerima para tamu yang datang. Makin banyak perangkat desa yang menjadi panitia, makin hebatlah sang kepala desa.