Kajian Bappenas Dangkal, Pak Jokowi Semestinya Tidak Buru-buru Umumkan Pemindahan Ibu Kota
jpnn.com, JAKARTA - Anggota Pansus Pemindahan Ibu Kota asal Fraksi PKS DPR RI, Sukamta menyatakan semestinya Pak Jokowi tidak buru-buru mengumumkan lokasi ibu kota negara (IKN) jika menilik kajian Bappenas yang menurutnya masih banyak kekurangan.
Menurut Sukamta, setelah membaca bahan yang diberikan oleh Bappenas yang berupa Executive Summary Kajian Pemindahan IKN dan Penentuan Lokasi IKN, masih sangat dangkal dan sempit sehingga belum layak untuk diambil kesimpulan apa pun apalagi menjadi alasan memindahkan Ibu kota negara sebesar Indonesia.
“Perspektif yang menonjol soal ekonomi itupun dengan angka-angka yang hitungan detailnya hingga saat ini tidak disampaikan kepada Pansus. Misal disebutkan bahwa pemindahan IKN akan berdampak berupa tambahan kepada Real GDP 0,1 persen hingga 0,2 persen, bagaimana angka tersebut diperoleh tidak ada penjelasan,” ujar Sukamta
Menurut Sukamta yang juga Sekretaris Fraksi PKS setidaknya ada 5 hal yang menjadi catatan dari bahan dari Bappenas. Pertama, perkiraan multiple effect pemindahan IKN Bappenas hanya terkait dengan perekonomian, semestinya juga bisa dijelaskan dampaknya terhadap penguatan kinerja politik, sosial, budaya dan hankam.
"Jika dampaknya hanya soal ekonomi, mestinya dengan pembangunan infrastruktur yang sudah dilakukan besar-besaran lima tahun ini dan pengembangan pusat-pusat bisnis di daerah cukup, tidak perlu pindah IKN," kata Sukamta.
Kedua, skenario migrasi ASN, TNI Polri beserta keluarganya yang diperkirakan berjumlah 700 ribu belum disertai dengan kajian sosial, budaya dan psikologi. Pemerintah perlu ingat, persoalan migrasi termasuk isu sensitif bagi warga lokal pun terhadap pelaku migrasi, mengingat jumlahnya yang sangat besar.
Ketiga, rencana anggaran pemindahan IKN terlalu tinggi mencapai Rp 466 triliun atau hampir 30 milyar dollar AS, angka ini jelas akan membebani APBN meskipun Pemerintah ada rencana menggandeng pihak swasta dengan skema kerja sama Pemerintah dan Badan Usaha (KBBU). Menurut Sukamta biaya pemindahan IKN sangat mungkin bisa ditekan ke angka 10 milyar dollar AS atau Rp 140 triliun, sebagaimana pengalaman di beberapa negara lain.
Keempat, rencana keterlibatan swasta perlu ada pengaturan agar tidak menjadi paradoks terhadap tujuan pemindahan IKN yang disebutkan pemerintah untuk pemerataan ekonomi. Jangan sampai pemindahan IKN ini hanya dinikmati keuntungannya oleh pemilik modal besar.
Kelima, pemerintah perlu memastikan tidak ada pengalihan tanah hak milik negara kepada swasta atau pribadi. Sebagaimana di Putrajaya, semua lahan IKN Malaysia tersebut adalah milik negara.