Kampanye Sudah Mulai, PT 20 Persen Masih Dipersoalkan
jpnn.com, JAKARTA - Aturan ambang batas pencalonan presiden kembali diuji di Mahkamah Konstitusi (MK), setelah 12 pakar dari berbagai latar belakang mengajukan judial review, terkait ketentuan yang diatur dalam UU Nomor 7/2017 tentang Pemilu.
Menurut salah seorang penggugat Hadar Nafis Gumay, gugatan diajukan agar MK menghapus PT 20 persen, demi kesesuaian sistem pemilihan dengan sistem ketatanegaraan.
Pandangan itu juga diamini Ketua Umum Majelis Sinergi Kalam Ikatan Cendikiawan Muslim (Masika-ICMI) Ferry Kurnia Rizkiyansyah.
Komisioner KPU periode 2012-2017 ini menilai, setidaknya ada tiga nilai dasar demokrasi yang terciderai jika PT 20 persen tetap berlaku dalam demokrasi Indonesia.
“Pertama, hak politik. Semua warga negara punya hak yang sama dalam proses demokrasi," ujar Ferry di Jakarta, Sabtu (29/9).
Kedua, pemberlakuan PT 20 persen kata Ferry, akan mencederai partisipasi publik. Dengan adanya pembatasan, maka pilihan masyarakat menjadi terbatas. Dengan demikian berpotensi mencederai partisipasi pemilih.
"Kemudian yang terakhir (mencederai) hakikat kompetisi. Ingat, tidak ada demokrasi tanpa kompetisi. Sementara pemberlakuan PT 20 persen ini kan berpeluang besar melahirkan calon tunggal dalam pemilu. Artinya tidak ada kompetisi," ucapnya
Sementara itu, Direktur Pascasarjana Universitas Nasional Maswadi Rauf pada seminar terbatas 'Menggugat Ketentuan Presidential Threshold' mengatakan, PT 20 merupakan upaya untuk mencegah banyaknya jumlah capres-cawapres di Pilpres 2019.