Kampanye Tolak Hasil Pemilu Bahayakan Demokrasi
jpnn.com, JAKARTA - Ketua Setara Institute Hendardi menilai kampanye penolakan atas hasil Pilpres 2019 yang dilakukan beberapa pihak, merupakan ekspresi kritis yang berlebihan. Karena seluruh saluran penyelesaian demokratik telah tersedia.
"Patut diingat, tidak ada instrumen hukum, konstitusi dan kelembagaan apa pun yang bisa membatalkan penyelenggaraan pemilu, kecuali mempersengketakan hasil pemilu melalui Mahkamah Konstitusi," ujar Hendardi di Jakarta, Selasa (30/4).
Hendardi mengakui, terdapat beberapa persoalan dalam pelaksanaan Pemilu 2019. Tetapi persoalan yang mengemuka, bersifat partikular dan kasuistik, sehingga tidak bisa dijadikan alasan mendelegitimasi kinerja para penyelenggara pemilu.
"Sebagian besar komplain atas pilpres dan peristiwa yang dilaporkan juga telah direspons oleh KPU dan Bawaslu. Jadi, generalisasi kasus-kasus tertentu untuk menolak hasil pemilu jelas merupakan kekeliruan dalam menilai pemilu dan membahayakan proses demokrasi Indonesia," ucapnya.
Hendardi kemudian mengajak pihak-pihak yang berkompeten mendokumentasikan berbagai praktik dan kasus yang terjadi dalam pelaksanaan Pemilu 2019. Terutama praktik yang tidak sejalan dengan prinsip pemilu berintegritas. Kemudian dikaji dan didiskusikan guna perbaikan hukum pemilu ke depan.
"Termasuk perlu dibicarakan desain pemilu legislatif yang terpisah dari pilpres, sistem penghitungan pemilu legislatif yang meminimalisir kecurangan antar caleg, baik dalam satu partai maupun antarpartai, dan gagasan e-counting dan e-voting yang hemat biaya," katanya.
Hendardi juga menilai pemilu serentak telah memberikan pembelajaran berharga bagi perbaikan di masa yang akan datang. Baik itu terkait persoalan beban kerja penyelenggara, korban jiwa dan hilangnya fokus pemilih untuk memilih caleg-caleg berkualitas, karena konsentrasi pemilih terpusat pada pilpres.(gir/jpnn)