Kapten Nurmantyo: Di Situ Terbakar Jiwa Korsa Saya
Ada pula KRI Diponegoro dan KRI Nanggala (kapal selam) dari TNI-AL. Bahkan, skuadron pesawat tempur Sukhoi Su-30 dari TNI-AU ikut terlibat.
Maruli menuturkan, berbagai adegan berisiko dilakukan sendiri tanpa stuntman. Setiap hari mereka memanggul ransel seberat 20 kilogram naik turun bukit, bergumul dengan lumpur, dan melakoni aksi-aksi pertempuran. Terpeleset lumpur dan tergores ranting pohon sudah jadi ”menu” sehari-hari.
”Rappelling (turun menggunakan tali, Red) dari air terjun sampai terjun payung juga dilakukan sendiri,” ujarnya.
Secara fisik, ayah seorang putri itu mengaku energinya terkuras. Ditambah lagi, harus fokus 1.000 persen.
”Kita syutingnya bareng prajurit elite TNI di sekeliling, secara otomatis terbawa fokus dan kedisiplinan mereka. Jiwa korsa dalam diri terlecut,” imbuhnya.
Namun, pelatihan dan proses syuting yang berat itu dijalani dengan penuh kebanggaan. Maruli merasa cukup terbantu karena sudah terbiasa dengan olahraga berat. Dia rutin nge-gym dan menekuni IndoBarian yang melatih otot-ototnya.
”Sudah pasti yang ini level fisiknya lebih tinggi. Tapi, badan juga cepat beradaptasi,” ujar aktor yang sebelumnya bermain dalam film Terjebak Nostalgia dan Bukaan 8 itu.
Film Merah Putih Memanggil mengandung pesan persatuan. ”Adanya gonjang-ganjing stabilitas politik, di tengah keberagaman, kita harus bisa bersatu dan tidak terpengaruh provokasi. Saat ibu pertiwi memanggil, kita harus bersatu dan maju berjuang,” ucapnya.