Karya Kepuasan Intelektual Doktor Gerabah Timbul Raharjo, Harganya Rp 100 Juta
Dalam rangka menambah khazanah ilmu pula, Timbul kerap melawat ke luar negeri. Dia menyebutnya ”belanja ilmu pengetahuan”. Tempat yang paling sering dia kunjungi adalah Guangzhou dan Shanghai di Tiongkok serta beberapa kota di Eropa.
Menurut dia, di tempat-tempat itulah sering ditampilkan desain-desain terbaru dunia. Tapi, jangan beranggapan Timbul ke sana untuk meniru desain yang sudah ada.
Dia ke sana justru untuk mengamati template desain yang ada, kemudian menciptakan desain yang berbeda. ”Uji produk dan uji market menentukan desain itu baik atau tidak,” katanya.
Selama ini Timbul membagi karyanya dalam dua jenis. Pertama, karya yang akan dijual. Misalnya, kebutuhan mebel interior atau applied art. Kedua, karya yang tidak dijual.
Karya kedua ditujukan untuk memenuhi kepuasan intelektual seninya. Kalaupun dijual, karya tersebut dilepas secara tersembunyi. Harganya bisa mencapai Rp 40 juta hingga Rp 100 juta.
Dengan ide-ide out of the box hasil kemauannya untuk selalu menambah ilmu itu, tak berlebihan jika Timbul disebut sebagai seniman pembaharu. Dan, tiap beberapa dekade, Kasongan memang selalu melahirkan pembaharu seperti ayahanda Magistyo Tahun Emas Raharjo, 20, dan Wangi Bunga Raharjo, 16, tersebut.
Pembaharu pertama adalah Ki Jembo yang datang ke Kasongan pada 1930. Berikutnya, pada 1974 giliran Sapto Hudoyo yang masuk ke desa tersebut dan mengajarkan teknik tempel.
Nama-nama pembaharu berikutnya adalah Suliantoro Sulaiman dan Larasati. Larasati merupakan warga Jogja asli yang senang mendalami ilmu merangkai bunga. Pada 1988 dia memamerkan karya-karya rangkaian bunga ke mancanegara yang dilengkapi vas dari gerabah Kasongan.