Kasus Dirjen Pajak Bisa jadi Bom Waktu buat Jokowi
jpnn.com - JAKARTA - Sejumlah aksi demo mewarnai gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jumat (6/2) siang. Salah satunya digelar oleh ratusan massa yang menamakan diri Masyarakat Peduli Indonesia (MPI).
MPI bukan bermaksud tak suka dengan KPK. Mereka malah meminta KPK turun tangan secara serius dalam pengusutan kekayaan Sigit Priadi Pramudito, sosok yang sudah ditunjuk menjadi Dirjen Pajak. Sigit diduga memiliki 'Rekening Gendut' dan juga diduga terlibat dalam kasus dugaan rekayasa NJOP saat dia menjadi Kakanwil Pajak di Banten.
"Ini seperti Bom Waktu buat Presiden Jokowi. Meskipun banyak elemen masyarakat yang memprotes pansel (panitia seleksi) Dirjen Pajak, namun Menkeu Bambang Brojonegoro tetap mempromosikan Sigit Priadi sebagai peserta seleksi yang terpilih," tandas salah seorang orator MPI, Bakas Manyata, seperti dalam rilis yang diterima redaksi, Jumat (6/2).
Dikatakannya, MPI tak habis pikir mengapa Sigit tetap terpilih. Bakas menjelaskan, Sigit pernah dimintai keterangan sebagai saksi untuk kasus persekongkolan rekayasa NJOP saat jadi Kakanwil Pajak di Banten.
"Coba cek di Kejati Banten dan dugaan rekening gendut, keterkaitannya dalam kasus rekayasa NJOP saat jadi Kakanwil Pajak Banten di tahun 2011. Dan saat itu pula data Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) menyebut, total harta Sigit Priadi Rp 21 miliar, meningkat tajam dari Rp 8 miliar dari 2009. Di samping itu, aset yang dimiliki di beberapa titik di Jakarta dan Jawa Barat perlu dipertanyakan," tegas Bakas.
MPI meminta supaya Jokowi benar-benar jeli dan menyerap informasi seluas-luasnya perihal seleksi Dirjen Pajak ini. "Jangan sampai Presiden Jokowi terus dijerumuskan anak pembantunya. Cobalah kaitkan, tahun kapan pembengkakan kekayaan itu terjadi, kaitkan dengan kasus-kasus yang saat itu melibatkan dirinya, meskipun hanya sebatas saksi di perkara yang merugikan negara," terang Bakas.
Jika Jokowi memilih calon yang salah, maka persoalan Dirjen Pajak akan menjadi bom waktu yang kembali akan membelenggu kinerja pemerintahan dan menurunkan kepercayaan publik pada level yang drastis.
"Kalau rakyat sudah tidak percaya lagi sama pejabat Dirjen Pajak, akan repot akibatnya, Bagaimana kalau nanti rakyat yang sudah muak akan membuat gerakan boikot pajak. Saya tak bisa membayangkan negara ini akan jadi bagaimana?" pungkas Bakas. (adk/jpnn)