Kasus Kredit Fiktif, Notaris dan Pegawai BPN Jadi Tersangka
jpnn.com - PEKANBARU - Reserse Kriminal Khusus Polda Riau menetapkan dua tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi kredit fiktif senilai Rp40 miliar di BNI 46 Pekanbaru. Kedua tersangka tersebut adalah seorang Notaris, Dewi Farni Djaafar dan pegawai di Badan Pertahanan Nasional (BPN), Tengku Darmizon.
Hal tersebut dikatakan Kabid Humas Polda Riau AKBP Guntur Aryo Tejo SIK, saat dikonfirmasi Pekanbaru MX. Guntur menyebutkan, penetapan kedua tersangka ini merupakan pengembangan dari sejumlah tersangka yang telah dilimpahkan ke Jaksa Penuntut Umum dan divonis bersalah oleh Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Pekanbaru.
Para tersangka tersebut, yakni Esron Napitulu yang merupakan Direktur Utama PT Barito Riau Jaya, Atok Yudianto yang merupakan Pemimpin Unit Sentra Kredit Kecil BNI 46 Pekanbaru, ABC Manurung yang merupakan Penyelia Relation Officer BNI 46 Pekanbaru, dan Dedi Syaputra selaku RO BNI 46 Pekanbaru.
Selain itu, juga terdapat nama Ahmad Fauzi yang merupakan pimpinan Kantor Wilayah II BNI 46 tahun 2007, dan Mulyawarman Muis yang pimpinan Kantor Wilayah II BNI 46 tahun 2008.
‘’Dari hasil pengembangan dan gelar perkara yang dilakukan, Penyidik Dit Reskrimsus Polda Riau menetapkan dua tersangka baru, yakni DFD (Dewi Farni Djaafar) dan TD (Tengku Darmizon),’’ terang Guntur.
Dewi Farni, sebut Guntur, merupakan Notaris rekanan BNI 46 Pekanbaru. Dia diduga mengeluarkan cover note terkait agunan Esron Napitupulu, untuk pencairan sebesar Rp23 miliar pada tahun 2008. ‘’Berkas perkaranya (Dewi Farni) sudah dilimpahkan ke pihak kejaksaan atau tahap I,’’ lanjut Guntur.
Sementara, Tengku Darmizon merupakan Pegawai di BPN, yang diduga turut mengurus tanah milik Esron Napitupulu di Rokan Hulu, yang selanjutnya diagunkan ke BNI 46 Pekanbaru.
‘’Kedua tersangka baru disangkakan melanggar Pasal 2, Pasal 3 dan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi,’’ tutur AKBP Guntur.
Kasus ini terjadi berawal ketika pencairan pemberian kredit Rp40 miliar kepada Direktur PT BRJ, Esron Napitupulu, dengan agunan yang diduga fiktif. Pada tahun 2007, terdapat pencairan sebesar Rp17 miliar, sehingga mengakibatkan terjadinya kerugian negara sebesar Rp14.445.000.000.
Sementara, pada tahun 2008 terdapat pencairan sebesar Rp23 miliar, yang kemudian menimbulkan kerugian negara lagi sebesar Rp22.650.000.000. Total kerugian negara mencapai Rp37 miliar lebih.(pmx/jpnn)