Kawasan Perdagangan Bebas Batam Jauh Tertinggal dari Johor
"Di Tanjungpelepas, barang masuk tinggal kasih tahu syahbandar sudah bisa diproses, tidak ada pemeriksaan bea cukai. Ketika masuk pasar Malaysia baru ada pemeriksaan," tambahnya lagi.
Sedangkan di Batam, waktu bongkar muat (dwelling time) sangat lama karena kapasitas Pelabuhan Batuampar yang kecil dan tidak memiliki sea crane. Ditambah lagi pemeriksaan Bea Cukai yang bisa memakan waktu hingga dua hari.
Ayung menyarankan agar Pelabuhan Batuampar dibenahi dengan mengubahnya menjadi pelabuhan pintar (smart port). "Sistem smartport yang kami maksud adalah untuk meningkatkan kelancaran sistem logistik, salah satunya melalui gerbang otomatis dan pembayaran elektronik," ujarnya lagi.
Dengan sistem gerbang otomatis, maka transaksi elektronik yang merupakan bagian dari konsepnya akan meningkatkan pelayanan bisnis di pelabuhan. "Proses pengeluaran barang, perpindahan dan verifikasi data akan dilakukan melalui jaringan yang menghubungkan berbagai sistem termasuk di bea cukai dan lainnya," jelasnya.
Selain itu, sistem gerbang otomatis mampu mengidentifikasi ketika importir sudah menyelesaikan proses administrasi sehingga mempermudah proses pengeluaran dan pemasukan barang.
"Di Batam ini kan banyak perusahaan manufaktur yang menerapkan konsep tepat waktu artinya barang baku yang mereka impor untuk produksi harus secepatnya dapat digunakan," tambahnya.
Kebijakan pusat lainnya yang dinilai mengganggu aktivitas investasi di Batam adalah kebijakan barang larangan terbatas (lartas). Mestinya, kata dia, kebijakan ini dihilagkan, atau paling tidak dilonggarkan. "Hanya Indonesia yang menerapkannya," tambahnya lagi.
Pernyataan Ayung mendapat dukungan dari Direktur Utama PT Kabil Citra Nusa, Peters Vincent. Menurutnya, pemerintah harus memberi dukungan dalam membangun infrastruktur untuk melengkapi kawasan industri. Salah satunya yang harus dibangun adalah pelabuhan yang komprehensif.