Ke Desa Entikong, Daerah Perbatasan Indonesia-Malaysia yang Penuh
Lidah Ingin Minyak Goreng Lokal, tapi Hanya Lihat di TVMinggu, 21 Juni 2009 – 06:33 WIB
''Bahkan, rasa minyak goreng asal Jakarta yang ada di iklan-iklan televisi itu juga belum pernah sampai di lidah anak saya,'' terang dia.
Untuk bisa mendapatkan siaran televisi Indonesia, warga Entikong harus rela merogoh kocek lebih dalam. Sebab, mereka harus membeli parabola dan receiver yang berharga Rp 2 juta-Rp 3 juta. Sedangkan untuk bisa menangkap siaran televisi Malaysia, warga cukup hanya membeli antena TV standar. Dengan tiang pancang setinggi 5-6 meter, siaran TV Malaysia tertangkap dengan gambar sangat jelas.
Susahnya hidup di daerah perbatasan juga dirasakan Taufik Ardiwibowo. Pria 29 tahun asal Jember itu sudah lima tahun tinggal di Entikong. Bahkan, dia menikah dengan warga setempat. Taufik menceritakan, setiap dua hari dirinya menyeberang ke Tebedu. Dia bersama istrinya rutin berbelanja di sebuah minimarket yang berjarak hanya dua kilometer dari perbatasan Malaysia. Di swalayan bernama Sin Guan Tai itu dia biasa membeli kebutuhan sehari-hari. ''Sebab, ada juga keluarga istri yang tinggal di wilayah Malaysia. Kebanyakan warga sini punya saudara di Tebedu. Jadi, kami biasa wira-wiri,'' terang dia dengan logat Jawa kental.