Keberagaman Membuat Masyarakat Papua Makin Erat
“Bahkan kadang-kadang mereka tersinggung kalau hajat mendirikan bangunan mereka tidak diundang. Karena mereka satu persaudaraan seperti tercermin dalam semboyan -satu tungku tiga batu- yang sudah mandarah daging dalam masyarakat Papua. Ada ungkapan kalau belajar toleransi, belajarlah pada masyarakat Papua, karena telah mempraktekkan toleransi yang riil yang tidak dimuat dalam buku-buku,” papar tokoh Papua yang juga aktif dalam pengembangan pendidikan di Kaimana.
Pengalaman ini juga terjadi di Maroko. “Antara Indonesia dan Maroko ada kesamaan masalah, sehingga harus ada hubungan yang kuat antar sesama. Saling membantu sesama muslim dan tetap menjaga toleransi yang menjadi dasar dalam hubungan sosial yang majemuk,” terang Prof Kholid Touzani yang pernah meraih Penghargaan Sheikh Al-Mukhtar Al-Kinti untuk Kebudayaan dan Ilmu Pengetahuan, tentang toleransi dalam sastra Arab dan Afrika.
Acara yang dikemas dalam Webinar Internasional bertajuk “Tolerance in Indonesia (Papua) and Morocca: Experience perspective” ini dimaksudkan agar dunia internasional tidak melihat Indonesia khususnya Papua sebagai negara yang penuh kekerasan, mencekam dan penuh konflik. Namun, justru telah menumbuhkan semangat persatuan dan kerukunan di kalangan masyarakat, terutama generasi muda serta menanamkan nilai dan arti dari universalisme agama dalam nilai-nilai kemanusiaan.
Kegiatan Webinar International yang live di Channel Youtube INC TV dan NU Channel pada 28/07 menghadirkan Prof. Dr. Khalid Touzani (Cendekiawan Moder Maroko, Penulis Buku Toleransi Antar Agama, Peraih Nobel Syekh Sidi al Mukhtar al Kunti For Global Culture, Direktur of Marocan Center for Cultre Investment, dan Angggota Liga Arab), Prof. Dr. H. Idrus Al Hamid, M.Si (Rektor dan Guru Besar IAIN Fattahul Muluk Papua, Dr. Muhammad Shofin Sugito (Akademisi UIN Maulana Hasanudin Banten), dan Dr. Alvian Iqbal Zahasfan (Host). (dil/jpnn)