Kehati-hatian KPK Membingungkan Publik
jpnn.com - JAKARTA – Dosen hukum pidana Fakultas Hukum Universitas Tarumanegara, Jakarta, Heri Firmansyah memahami Komisi Pemberantasan Korupsi Pemberantasan Korupsi (KPK) berhati-hati dalam menyelidiki dugaan korupsi pembelian sebagian lahan Rumah Sakit Sumber Waras.
Sebab, di KPK tidak mengenal surat perintah penghentian penyidikan, ketika sudah menaikan kasus hingga menetapkan tersangka. “Kalau seseorang sudah tersangka (di KPK) maka sudah jalan tol ke persidangan,” kata Heri saat diskusi bertajuk “Mencari Sumber yang Waras” di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (18/6).
Namun, Heri menyayangkan, kehati-hatian ini justru menimbulkan kebingungan di masyarakat. Pasalnya, di satu sisi hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan dijadikan pintu masuk mengusut kasus korupsi. Sedangkan, dalam kasus dugaan korupsi pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras, justru audit BPK tidak digunakan sebagai pisau analisis. “Di case tertentu digunakan sebagai analisis, tapi di case ini tidak,” katanya.
Menurut Heri, jika berbicara audit investigatif BPK, itu lebih kepada fakta hukum. Hasil audit investigatif lebih kuat nilai pendapat hukumnya. “Kekuatan pembuktiannya baik di luar maupun di dalam sidang itu sangat tinggi,” ujarnya.
Wakil Ketua DPR Fadli Zon mengutip pernyataan Wakil Ketua KPK Laode M Syarif. Laode pernah mengatakan bahwa 90 persen kasus yang ditangani KPK itu berasal dari hasil audit BPK.
Nah, kata Fadli, audit BPK soal Sumber Waras merupakan produk resmi. Anehnya, kata Fadli, Ketua KPK Agus Rahardjo menyatakan tidak menemukan suatu perbuatan melawan hukum. Padahal, Fadli menegaskan, hal itu bukan domain KPK. “KPK bukan lembaga yudisial,” ujar Fadli dalam kesempatan itu.(boy/jpnn)