Close Banner Apps JPNN.com
JPNN.com App
Aplikasi Berita Terbaru dan Terpopuler
Dapatkan di Play Store atau Apps Store
Download Apps JPNN.com

Keliling 17 Negara Menjadi Tukang Cerita

Jumat, 27 November 2015 – 06:00 WIB
Keliling 17 Negara Menjadi Tukang Cerita - JPNN.COM
Jeeva Raghunath. Foto: FDII 2015 for Jawa Pos

Saat ditawari bekerja di perusahaan penerbitan tersebut, Jeeva awalnya disodori posisi marketing. Namun, suatu ketika, saat bagian penerjemah sedang kosong, Jeeva kebagian tugas membantu mengalihbahasakan buku cerita Priya’s Day karya Cathy Spagnoli dari bahasa Inggris ke Hindi.

Berdasar pengalamannya berkeliling ke belasan negara, Jeeva menemukan bahwa suara, ekspresi, serta gerak tubuh menjadi semacam lingua franca yang mengatasi bahasa verbal.

 Jeeva mengatakan, berdasar pengalamannya, bahasa sama sekali bukan kendala dalam mendongeng. Mendongeng dari satu negara ke negara lain membuat Jeeva memahami betul bahwa bahasa bukan alat komunikasi yang utama dalam dongeng. Ada juga suara, ekspresi, serta gerak tubuh yang membantu menggambarkan kisah yang dibawakan.

Sheila Wee menambahkan, hal penting lain adalah koneksi antara pendongeng, dongeng yang akan dibawakan, dan audiens. Caranya, si trubadur harus tahu audiensnya untuk menentukan dongeng mana yang akan dibawakan dan bagaimana cara menyampaikannya.

“Beda usia dan segmen tentu beda juga dongeng dan cara mendongengnya,” kata Sheila.

Mengutip Jack Zipes, penulis buku The Great Fairy Tale Tradition: From Straparola and Basile to the Brothers Grimm, secara universal, dongeng tradisional di seluruh dunia memang ditalikan berbagai kemiripan tema, alur, dan karakter. Tokoh protagonisnya, misalnya, biasanya punya teman misterius atau pemberi hadiah magis. Sedangkan sosok antagonis umumnya berupa tukang sihir, monster, atau peri jahat.

Kembaran Cinderella, cerita rakyat dari Eropa, misalnya, bisa ditemukan di Mesir, Korea, Filipina, bahkan Indonesia. Cerita rakyat Jawa Ande-Ande Lumut, contohnya, punya kemiripan tema dengan kisah yang di Italia dikenal dengan nama Cenerentola tersebut.

Jadi, tak mengherankan kalau dongeng yang dibawakan Jeeva siang itu pun menjadi gampang dipahami anak-anak yang menonton. Samar-samar anak-anak tersebut mungkin pernah mendengarnya, dalam versi yang lain, dari dongeng yang dibacakan di tempat tidur. 

LEWAT perantara suara, ekspresi, dan gerak tubuh, dongeng yang disampaikan Jeeva Raghunath selalu gampang dipahami anak-anak yang menjadi audiens.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

X Close