Keluarga Herawati Soekardi, Detektif Penyelamat Kupu-Kupu Sumatera
Kerjanya Mencari Daun-Daun yang Bolong Dimakan UlatIbunda Alia Larasati, Meizano, Gita Paramita, dan Anisa Nuraisa itu menuturkan, tamannya juga menjadi kawasan penangkaran kupu-kupu. Di tempatnya kupu-kupu dibiarkan bebas berkembang. Sedangkan di tempat lain, kupu-kupu dijaring, lalu dikan. "Dengan cara seperti itu, risiko kematian atau kegagalan budi daya lumayan tinggi."
Dalam perjalanan profesinya sebagai ahli kupu-kupi, Herawati telah "menciptakan" ilmu baru tentang pelestarian atau konservasi kupu-kupu. Sistem konservasi yang dilakukan adalah menanam pepohonan atau bunga-bungaan yang menjadi santapan alami ulat yang nanti menjadi kupu-kupu.
Dengan cara itu, untuk konservasi tidak perlu dengan menjaring kupu-kupu di hutan, lalu dilepas di taman. Risiko kematiannya lebih besar. "Jika ditangkar saja, tetapi tidak disiapkan makannya, tidak akan bisa hidup atau berkembang biak," kata doktor biologi Institut Teknologi Bandung (ITB) itu.
Herawati menuturkan, pada awalnya upaya konservasi kupu-kupu asli Sumatera cukup sulit. Dia bersama empat anaknya harus bahu-membahu mencari tanaman yang secara alami menjadi santapan ulat atau kupu-kupu. Kondisi kian sulit karena pada awal pendirian taman kupu-kupu pada 1997"1998 tidak ada referensi tentang tumbuhan-tumbuhan yang khusus untuk makanan ulat atau kupu-kupu.
Meski begitu, Herawati bersama suami dan anak-anaknya tidak menyerah. Mereka lalu melakukan riset khusus untuk mengetahui jenis tanaman apa saja yang biasa menjadi konsumsi ulat-ulat yang berkeliaran di hutan. "Kami menggunakan naluri seperti detektif untuk mengidentifikasi tanaman-tanaman yang biasa dimakan ulat tersebut."
Cara detektif itu dilakukan dengan memelototi dedaunan di dalam hutan. Setiap ada daun yang habis digerogoti ulat, keluarga Herawati memberikan tanda. Sebab, selain sebagai santapan ulat sehari-hari, pohon itu pasti menjadi tempat meletakkan telur kupu-kupu.
"Insting kupu-kupu selalu meletakkan telur di daun yang akan menjadi makanan ulat agar bila menetas si ulat sudah langsung mendapat makanannya," kata perempuan kelahiran Palembang, 14 Agustus 1951, itu.
Dari teori yang dia pelajari, dalam radius lima meter dari daun yang meninggalkan bekas gerogotan, besar kemungkinan ada ulatnya. Minimal ada telur kupu-kupu. Bahkan, juga kupu-kupu yang beterbangan.
Jika menemukan daun seperti itu, Herawati lalu mencari bibit tanamannya untuk ditanam di tamannya. Terkadang dia juga mencari ulat atau telur kupu-kupu untuk ditempatkan di penangkaran. "Tapi, saya tidak menangkap kupu-kupunya."