Keluarga Indonesia Terancam Dideportasi dari Australia Karena Autisme Anak
Ketika akan mendaftar ke sekolah dasar, Dimas disinyalir berkebutuhan khusus.
"Saya dan suami diminta untuk mengikuti berbagai macam pengujian dan wawancara untuk mendiagnosa kondisi Dimas. Setelah melalui berbagai tes dan wawancara, psikiater mendiagnosa Dimas dalam kondisi autisme," kata Yuli kepada Alfred Ginting dari ABC Indonesia.
Kemudian oleh dokter spesialis anak dari Community Paediatric and Child Health Service ACT Dimas mendapatkan rujukan untuk masuk ke Malkara (special) School.
Kemajuan pesat tanpa menghabiskan banyak biaya
Selama belajar di Malkara, Dimas mengalami banyak kemajuan terutama di bidang musik dan aktivitas di meja.
Beberapa kemajuan Dimas yang signifikan di antaranya, mengikuti instruksi dalam bahasa Indonesia dan Inggris, melakukan pekerjaan rumah seperti membuang sampah, mencuci piring, berkomunikasi melalui visual PECS (picture exchange communication).
"Di tahun ke-4 sekiolah, Dimas sudah bisa menggunakan toilet sehingga tidak lagi menggunakan popok, bisa bersepeda, bisa mengerjakan puzzle. Tahun ke-5 dia bisa mengenal huruf, terutama namanya. Dia mulai bisa bersosialisasi dengan keluarga di rumah, berangkat ke sekolah naik bis, bersikap tenang kalau dibawa ke supermarket dan tempat-tempat umum lainnya," jelas Yuli.
"Begitu besar perubahan Dimas mulai prilaku yang awalnya sulit untuk kami kontrol, sehingga suatu hari kami pernah kehilangan Dimas di supermarket, sampai kemudian dia belajar bagaimana bersikap di tempat perbelanjaan," kata Yuli.
Melihat kemajuan yang dicapai Dimas selama sekolah hampir 10 tahun, Yuli dan keluarganya memutuskan untuk mengajukan visa tinggal permanen di Australia lewat jalur graduate skilled visa pada tahun 2016.