Kemandirian Cuci Darah dan Infus dari Madura
Ketika mengucapkan kata “sudah lamaaaaa”, terasa bunyi huruf “a”-nya mungkin lebih dari 25 buah.
Mengapa selama ini hasil penelitian itu tidak diwujudkan agar kita tidak perlu impor garam farmasi?” Tidak ada yang membuat keputusan," ujar Dr Listyani yang alumnus Saitama University Jepang. "Sudah dua buku laporan yang kami terbitkan, tapi ya hanya sampai buku itu," tambahnya.
Hari itu rapat lantas tidak hanya membicarakan penemuan garam farmasi dan minuman. Tapi melebar ke penemuan apa lagi yang sudah dihasilkan BPPT dan akan dihasilkan lembaga tersebut. Dari situlah kami sepakati ada 12 penemuan bahan baku obat yang akan bisa diproduksi di dalam negeri.
Khusus untuk garam farmasi, waktu itu kami sepakati harus terwujud paling lambat akhir 2014. Tahun ini. Dirut Kimia Farma Rusdi Rosman menyanggupi. Juga menganggarkan investasi Rp 25 miliar pada 2014. Kimia Farma sangat mampu menyediakannya.
Rasanya target itu akan terpenuhi. Kalaupun meleset hanya dua-tiga bulan. Apalagi, hasil riset BPPT itu memang sudah sangat detail. Badan POM sudah langsung memprosesnya dan mengizinkannya.
Selasa lalu penandatanganan kerja sama dua BUMN dilakukan di depan saya. PT Kimia Farma dan PT Garam. Maka, Kimia Farma segera membangun pabrik bahan baku garam kesehatan itu.
Pabrik tersebut akan dibangun di Watudakon, Mojokerto, Jawa Timur. Di sebelah pabrik yodium milik Kimia Farma. Di situ memang ada sumber yodium. Pembangunan pabrik garam farmasi dan garam minuman ini bisa cepat karena tanahnya sudah siap, sudah matang, uangnya sudah siap, dan pabriknya sederhana.
Kalau toh tidak bisa tepat akhir tahun ini, paling lambat awal tahun depan. Kita segera mandiri untuk bahan baku garam farmasi dan minuman. Kita bisa stop impor 100 persen. “Bahkan, kami merencanakan ekspor,” ujar Rusdi.