Kemensos: Semangat Baja Penerima Manfaat ODHIV Ukir Karya
jpnn.com, JAKARTA - Sejak pelaporan kasus pertamanya di Indonesia pada 1987, kasus HIV/AIDS saat ini diperkirakan sebanyak 543.075 kasus yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Sama seperti kasus kesehatan pada umumnya, HIV/AIDS sering dikaitkan dengan isu penting. Salah satunya adalah rehabilitasi sosial pada Orang dengan HIV (ODHIV).
Menteri Sosial Juliari P Batubara menyatakan salah satu kebijakan program Kementerian Sosial saat ini berfokus pada peningkatan kapasitas dan kualitas sumber daya manusia Penerima Manfaat (PM) melalui program rehabilitasi sosial, dimana salah satu targetnya adalah ODHIV. Hal ini dibuktikan dengan adanya empat Balai dan Loka Rehabilitasi Sosial untuk ODHIV yang tersebar di beberapa daerah di Indonesia.
AP (43 tahun) adalah salah satu Penerima Manfaat (PM) ODHIV Balai Rehabilitasi Sosial Orang dengan HIV (BRSODH) “Bahagia” Medan yang telah menyelesaikan Time Bound Shelter (layanan rehabilitasi sosial terhadap ODHIV di balai) pada Juni 2019 lalu. Dalam kurun waktu enam bulan di balai, AP merasakan efek positif yang luar biasa besar.
“Banyak kegiatan yang dilakukan selama berada di balai. Saya tidak pernah merasa bosan karena dari pagi sampai sore pasti selalu ada acara,” ujar pria yang kini tinggal di Muara Enim, Sumatera Selatan tersebut.
Salah satu kegiatan favorit AP adalah memotret objek di alam sekitar. Hobinya dalam bidang fotografi merupakan salah satu keahlian yang ia pelajari selama menjalani Time Bound Shelter.
“Saya memilih fotografi karena kagum dengan keindahan alam. Dalam pelatihan fotografi yang diarahkan oleh instruktur, kami mempelajari teori-teori fotografi yang kemudian dipraktikkan di dalam ruangan dan luar ruangan, termasuk luar balai,” jelas AP.
Tak hanya terapi penghidupan, AP juga rutin menjalani berbagai macam terapi lainnya di Balai “Bahagia” Medan, antara lain terapi fisik, terapi mental dan spiritual, terapi psikososial, dan terapi seni.
Semua kegiatan tersebut dilaksanakan secara individu maupun berkelompok dan dipandu oleh pekerja sosial, psikolog atau pemuka agama, berdasarkan spesialisasinya masing-masing.