Kementan Terbitkan Aturan Baru Untuk Percepat Realisasi PSR
Dalam peresentasenya diuraikan empat aspek permasalahan PSR yaitu legalitas lahan, dukungan stakeholder, minat pekebun, dan kelembagaan pekebun.
“Tantangan terberat PSR dari aspek legalitas lahan. Di lapangan masih ditemukan kebun belum punya sertifikat hak milik, lahan terindikasi masuk kawasan hutan, dan adanya tumpang tindih kebun rakyat dengan HGU (Hak Guna Usaha) dan hak tanah lainnya,” jelasnya.
Beratnya tantangan yang dihadapi berdampak kepada realisasi PSR baru 1.582 hektare sampai April 2022.
Salah satu upaya pemerintah mempermudah akses dan memperluas jangkauan PSR difasilitasi dengan terbitnya Permentan Nomor 03 Tahun 2022 tentang Pengembangan Sumber Daya Manusia, Penelitian dan Pengembangan, Peremajaan, serta Sarana dan Prasarana Perkebunan Kelapa Sawit.
Dalam permentan tersebut, mekanisme pengusulan PSR dapat melalui dua jalur yaitu jalur dinas daerah kabupaten/kota dan jalur kemitraan.
Direktur Eksekutif GAPKI Mukti Sardjono menyambut baik jalur kemitraan dalam PSR sebagai upaya melibatkan perusahaan. Kemitraan antara perkebunan besar dengan petani sawit merupakan upaya strategis dalam rangka meningkatkan kinerja industri sawit.
“GAPKI ingin kemitraan yang dikembangkan harus didasari saling menguntungkan dan berkesinambungan. Untuk itu perlu dibuat perjanjian kerjasama antara masing-masing pihak yang bersifat mengikat kedua belah pihak,” ujarnya.
Sekjen DPP APKASINDO Rino Afrino menepis anggapan petani tidak berminat ikut program PSR. Sebab, petani generasi kedua memiliki ekspektasi tinggi terhadap kebun sawitnya. Mereka menginginkan produksi kebun yang lebih baik, nilai tambah tinggi, kepastian harga, dan legalitas lahan jelas.