Kenikmatan Kecil di Masupa Ria, Desa Lumbung Emas
Kekayaan itu sudah termaktub dalam namanya. Masupa Ria diambil dari gabungan kata amas (emas), supa (mendapat), dan ria (gembira). Jadi, Masupa Ria merupakan dusun yang penduduknya bersuka ria karena terdapat emas.
Tapi, emas itu tentu harus ditambang dulu. Bebatuan yang ada di lereng Pegunungan Masupa mesti dibongkar, lalu diambil batunya. Batu yang masih berbentuk gelondongan tersebut dilebur dengan menggunakan alat tabung besi seukuran elpiji 12 kilogram.
Di dalam tabung, batu itu digiling bersama air yang dicampur merkuri. Prosesnya bisa memakan waktu enam sampai delapan jam untuk batu sebesar buah melon. ”Dari leburan batu itulah, serpihan emas akan terlihat,” kata Boiman.
Sebelum resmi menjadi desa sendiri pada Juli 2013, Masupa Ria masuk wilayah Desa Tumbang Manyarung. Berada di lereng Gunung Puti dan Masupa, di ketinggian 900 meter di atas permukaan laut, bisa dibilang desa berpenduduk sekitar 800 jiwa itu berada persis di jantung Kalimantan.
Sebab, dua gunung yang masuk Pegunungan Masupa itu masih dalam jajaran Pegunungan Schwaner dan Muller. Yang puncak tertingginya berada di Bukit Raya, Kabupaten Katingan.
Tapi, ironisnya, dengan kekayaan alam yang membuat banyak pendatang berdatangan sejak puluhan tahun silam itu, Masupa Ria tetaplah desa yang tertinggal. Yang minim tersentuh pembangunan. Yang sangat sulit diakses.
Butuh 11 jam bagi Kalteng Pos untuk bisa mencapai Masupa dari Palangka Raya. Menempuh jalur darat dan sungai. Dari bus, berganti perahu kelotok, lalu ojek. Dan, melintasi wilayah empat kabupaten: Pulang Pisau, Gunung Mas, Kapuas, dan Murung Raya.
Secara geografis, Masupa Ria jauh lebih dekat dengan Puruk Cahu, ibu kota Kabupaten Murung Raya. Ketimbang dengan Kuala Kapuas, ibu kota Kabupaten Kapuas. Itu membuat Masupa Ria semakin terlupakan.