Kepala BPOM: SKM Ada Kandungan Susunya
jpnn.com, JAKARTA - Produsen SKM (Susu Kental Manis) diberi waktu hingga Oktober 2018 untuk menyesuaikan label dan iklan produk tersebut agar tidak membingungkan masyarakat. Meski dipastikan tetap mengandung susu, produk SKM tidak dimaksudkan sebagai pengganti air susu ibu (ASI) atau susu formula untuk balita.
Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI) Adhi Lukman mengatakan, sesuai regulasi, ketentuan label dalam SKM itu akan diatur ulang. Di antaranya, tidak boleh ada gambar gelas berisi susu. Selain itu tidak boleh menampilkan gambar balita.
”Ada yang pakai gambar anak balita itu juga tidak boleh. Ini sekarang sedang dalam review sampai Oktober 2018. Dikasih waktu enam bulan karena mengganti label tidak bisa secepatnya gitu kan ya,” ujar Adhi seperti diberitakan Jawa Pos.
Menurut dia, di Indonesia saat ini hanya ada empat produsen SKM. Dia mengakui memang masih ada label yang belum sesuai ketentuan baru. Tapi, dia tidak menyebut bahwa pencantuman label yang ada sekarang itu bentuk pelanggaran yang dilakukan oleh produsen. Lantaran label tersebut juga mendapatkan persetujuan dari Badan POM.
”Ini bukan melanggar lho ya. Karena untuk label ini sudah di-acc oleh Badan POM sebelum beredar, sebelum mendapatkan nomor izin edar. Nah, setelah itu ada revisi kan, ini kan masalah perkembangan baru,” ujar Adhi.
Perkembangan baru itu diantaranya adalah konsumsi gula yang harus dikontrol dan tidak boleh berlebihan. Dulu, menurut Adhi, tidak ada yang mempermasalahkan konsumsi gula. Tapi sekarang konsumsi gula memang diatur dengan lebih ketat.
Baik GAPMMI maupun Badan POM sama-sama memastikan bahwa SKM tetap mengandung susu. Meski jumlah susu yang terkandung dalam SKM memang dalam jumlah yang lebih kecil. ”Susu kental manis ada kandungan susunya. Tapi kemudian dikonsentrasikan plus ditambah gula,” ujar Kepala Badan POM Penny K. Lukito.
Dia menjelaskan, SKM untuk melengkapi sajian makanan. Bukan untuk memenuhi asupan gizi, terutama untuk bayi. Apalagi sebagai pengganti ASI. Tapi, dari hasil pengawasan oleh Badan POM terhadap label dan iklan itu ditemukan ada persepsi yang salah yang diberikan oleh beberapa pelaku usaha.