Kepemimpinan Lemah, Target Pertumbuhan Ekonomi Gagal
jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan mengatakan, lemahnya kepemimpinan Presiden Joko Widodo membuat target pertumbuhan ekonomi dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 mengalami kegagalan.
Ini terlihat dari realisasi pertumbuhan ekonomi 2015 hanya 4,79 persen, 2016 5,02 persen, dan 2017 diperkirakan tidak lebih dari 5,15 persen, serta 2018 maksimal sebesar 5,4 persen.
Jadi, rata-rata pertumbuhan ekonomi 5 tahun Pemerintahan Presiden Joko Widodo maksimal hanya sebesar 5,25 persen.
Padahal, Indonesia sangat membutuhkan pertumbuhan ekonomi tinggi di atas 7 persen untuk mengejar ketertinggalan dan sekaligus menyiapkan diri menyongsong bonus demografi pada dekade 2020.
“Fakta ini bisa membalikkan keadaan dari bonus demografi menjadi bahaya demografi,” kata politisi Partai Gerindra Heri Gunawan dalam rilisnya, Rabu (25/10/2017).
Menurutnya, pertumbuhan sebesar 5 persen sangat tanggung mengingat pendapatan per kapita masih sebesar USD 3.900.
Banyak kegagalan pemerintah yang di antaranya, pemerintah gagal menghilangkan ketidakpastian regulasi dan memangkas birokrasi yang panjang, sehingga investor asing banyak yang tidak ingin masuk ke Indonesia.
Pemerintah juga dinilai gagal mengurangi warga miskin. Buktinya ada penambahan warga miskin sebanyak hampir 7 ribu jiwa dalam laporan BPS pada Maret 2017. Karena itu, pemerintah dalam setiap kebijakan harus berpihak kepada rakyat miskin.
Kebijakan otomatisasi pintu jalan tol juga berpotensi menambah pengangguran, yang pada akhirnya akan menambah warga miskin. Belum lagi, subsidi pelanggan listrik 900 watt dengan pola baru akhirnya akan menambah jumlah warga miskin.
“Pembangunan proyek-proyek infrastruktur hendaknya dilakukan pula berdasarkan skala prioritas dan kemampuan anggaran serta tepat nalar. Adalah tidak tepat nalar, jika kereta api Jakarta-Surabaya menggunakan kereta api dengan kecepatan 150 km per jam, tapi Jakarta-Bandung menggunakan kereta api dengan kecepatan 300 km per jam,” ujar Heri, memaparkan kegagalan pemerintah.
Pada bagian lain, keinginan pemerintah memaksa BUMN ikut serta dalam investasi proyek proyek infrastruktur yang di luar kemampuan keuangannya, akan mencelakakan BUMN itu sendiri.
PLN adalah contoh konkrit. Heri juga menolak wacana penjualan BUMN. “Seharusnya BUMN kita dikuatkan dan dikelola secara profesional seperti dilakukan Tiongkok terhadap BUMN-nya.”
Sementara di bidang fiskal 2018, lanjutnya, pemerintah gagal meningkatkan rasio pendapatan negara terhadap PDB, bahkan tidak mampu menahan anjlognya rasio tersebut menjadi sebesar 12,6 persen dalam RAPBN 2018.
Penurunan tajam rasio tersebut dari 19,8 persen pada tahun 2008 dan menjadi sebesar 12,6 persen dalam RAPBN 2018, mengakibatkan pemerintah berada dalam krisis pendapatan.
“Realitas tersebut membuat pemerintah semakin tergantung pada utang, dan sempitnya ruang fiskal mengakibatkan rakyat tambah menderita,” tandas politisi dari dapil Jabar IV ini. Utang pemerintah sampai akhir Agustus 2017 Rp3.825 triliun dan diperkirakan terus bertambah pada akhir tahun 2017 menjadi Rp4.000 triliun (termasuk front loading) atau sebesar 29,4% dari PDB.
Pemerintah juga dinilai gagal meningkatkan tax ratio. Tax ratio 2017 maksimal hanya 9,72 persen atau sebesar Rp1.322 triliun.