Keputusan Tidak Menunda Pilkada Dinilai Bertentangan dengan Undang-Undang
jpnn.com, JAKARTA - Ketua Tim Pemantauan Pilkada Komnas HAM Hairansyah merasa heran, pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memutuskan tidak menunda Pilkada 2020.
Pasalnya, kata dia, keputusan melanjutkan Pilkada 2020 bertentangan dengan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2020 tentang penetapan Perppu Nomor 2 Tahun 2020 menjadi undang-undang penundaan Pilkada 2020.
"Bertentangan dengan undang-undang yang dibuat pemerintah sendiri, UU Nomor 6 Tahun 2020. Pertanyaan apa yang menjadi dasar pelaksanaan Pilkada tetap lanjut, karena undang-Undang mensyaratkan adanya pandemi berakhir," kata Hairansyah dalam pesan singkatnya kepada jpnn.com, Selasa (22/9).
Dia mengatakan, Pilkada 2020 yang tetap dilanjutkan dalam masa pendemi berakhir berpotensi melanggar HAM. Yakni terkait hak hidup atas kesehatan dan rasa aman.
"Sebab, hak atas kesehatan adalah penikmatan tertinggi hak asasi manusia di mana tugas dan kewajiban konstitusional negara terutama pemerintah untuk melindunginya sebagaimana diamanatkan UUD 1945 pasal 28i angka 4," tutur pria yang juga menjabat komisioner Komnas HAM itu.
Dia menyadari, KPU berupaya keras mengetatkan protokol kesehatan selama penyelenggaraan Pilkada 2020.
Namun, upaya itu belum tertuang dalam aturan. Dengan begitu, celah hukum masih bisa terjadi bagi peserta yang nakal selama Pilkada 2020.
"Selama awal pandemi, protokol kesehatan sudah dilaksanakan. Bahkan PSBB diterapkan, tetapi Covid-19 tetap meninggi, sehingga tak akan efektif kalau hanya mengetatkan protokol kesehatan karena sudah pernah dilakukan sebelumnya," pungkas dia. (ast/jpnn)
Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?