Close Banner Apps JPNN.com
JPNN.com App
Aplikasi Berita Terbaru dan Terpopuler
Dapatkan di Play Store atau Apps Store
Download Apps JPNN.com

Keramat Sungai Koloimba, Legenda Wanita Melahirkan Buaya

Selasa, 09 Februari 2016 – 05:18 WIB
Keramat Sungai Koloimba, Legenda Wanita Melahirkan Buaya - JPNN.COM
Legenda Sungai Koloimba masih dipercaya menjadi tempat sakral. Foto: dok/Kendari Pos

Menyusuri hutan, ia ditemani oleh sang kakak. Di tengah perjalanan, Kolo mulai memperhatikan sang adik. Terus melihat ujung rambut hingga ujung kaki adiknya. Kolo pun tak kuasa menahan sifat abnormalnya, nafsu pun menguasainya. Kolo tak bisa mengontrol perintah iblis yang memintanya untuk melampiaskan nafsu birahinya kepada sang adik tercinta. Imba pun digagahi oleh saudara kandungnya sendiri. 

Beberapa bulan setelah kejadian itu, Imba pun mengandung anak dari hubungan terlarang itu. Warga setempat pun mengetahui kelakukan mereka karena perut Imba membesar. Warga pun memutuskan untuk mengasingkan mereka di sebuah bukit. Suatu hari, Imba mendadak meraskan perih di perutnya. Ia harus menahan rasa sakit tersebut selama tujuh hari dan tujuh malam. 

Hari ke delapan, di mana mentari pagi mulai bersinar tiba-tiba darah merah bersama seekor buaya berwarna kebiru-biruan keluar dari rahim Imba. 

Saat itu Imba tak kuasa menahan rasa sakit hingga akhirnya meregang nyawanya. Ia pun menghembuskan napas terakhir setelah melahirkan seekor buaya. Tiba-tiba langit bergemuruh, angin berhembus kencang, dan hujan turun dengan deras. Darah Imba yang bercucuran dari atas bukit mengalir bersama air hujan. Menyatu hingga menghasilkan warna kehitam-hitaman. Akibat derasnya hujan, membuat tempat tinggal Imba terendam banjir. 

Buaya yang dilahirkan Imba berenang dan berubah warna menjadi kuning ke emas-emasan yang disebut Ombu Iwoi Sorume. Sedangkan Kolo terapung selama tujuh hari dan tujuh malam. Kakak Imba pun menghembuskan napas terakhirnya. 

Peristiwa itu diketahui seorang dukun melalui mimpinya. Kini lokasi Imba dan Kolo diasingkan, mengeluarkan mata air dan di sekitarnya menjadi rawa yang sangat luas. Bahkan, anak dari pasangan Imba dan Kolo diberi nama Koloimba yang berarti tempat persetubuhan antara Kolo dan Imba. 

Medio 1950 silam, Ketua Swapraja mekongga menggelar acara Monahu Ndau dan Mosehe Wonua di Kecamatan Lalolae karena mendengar cerita dukun yang bermimpi tentang kejadian yang menimpa Kolo dan Imba. Mereka melangsungkan acara tersebut di pinggir jembatan sungai Koloimba. Mereka menyembelih seekor kerbau putih, di mana darah hewan kurban tersebut mengalir ke sungai Koloimba. 

Kini sungai tersebut masih dianggap tempat yang sakral. Bahkan sebagian masyarakat masih melakukan ritual untuk memohon dan menyampaikan pesan kepada alam gaib. Ketika ingin meminta sesuatu maka masyarakat melakukan ritual di sana. Mereka meminta dijauhkan dari hal-hal gaib. Selain itu, masyarakat melakukan ritual karena ingin mengolah rawa untuk dijadikan ladang pertanian. Semisal, membuka areal persawahan yang baru. (ramadhan/adk/jpnn)

SUNGAI Koloimba masih dianggap sakral oleh banyak masyarakat, terutama di tempat sungai itu berada, desa Wesalo, Kecamatan Lalolae, Kolaka, Sulawesi

Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

BERITA LAINNYA
X Close