Keraton Yogyakarta Siapkan Pemecatan untuk Dua Abdi Dalem
Tugas sehari-hari Adwin di Kawedanan Hageng Punakawan (KHP) Widyo Budoyo. Lembaga tersebut dipimpin GBPH Prabukusumo. Dalam catatan Gusti Yudha, Adwin biasa mengawal gunungan saat acara Garebeg Maulud, Syawal, dan Garebeg Besar.
Karena itu, Gusti Yudha akan mengusulkan kepada Penghageng KHP Widyo Budoyo agar memberhentikan kedudukan Adwin. ”Saya akan sampaikan ke Kangmas Prabu agar yang bersangkutan dipocot (dipecat),” tegasnya.
Gusti Yudha juga menuding Adwin dan Suprianto tidak paham dengan sejarah keistimewaan DIJ. Menurut dia, masyarakat DIY telah sepakat merelakan hak politiknya tidak menjadi gubernur dan wakil gubernur. Hak itu diberikan kepada Sultan Hamengku Buwono dan Adipati Paku Alam.
Selama ini sesuai paugeran atau aturan adat sosok yang dapat jumeneng (bertakhta) sebagai sultan adalah laki-laki. Karena UUK mengamanatkan syarat menjadi gubernur dan wakil gubernur harus bertakhta sebagai sultan serta adipati.
”Karena persyaratan itu maka yang berhak menjadi gubernur adalah sultan dan itu harus laki-laki,” lanjut pangeran yang sehari-hari menjabat kepala Satpol PP DIY ini.
Bagaimana dengan figur Anggiastri Hanantyasari yang disebut advokat Irman Putra Sidin dalam gugatan di MK sebagai keturunan Pakualaman? ”Saya nggak kenal dan nggak tahu nama itu,” ucap Penghageng Kawedanan Kasentanan Pakualaman KGPH Widjojokusumo yang dihubungi terpisah.
Menurut dia, ayahandanya Paku Alam (PA) VIII tidak memiliki cucu atau cicit dengan nama tersebut. ”Nggak tahu kalau dari PA-PA sebelumnya,” ujar Widjojo.
Demikian pula dari dua kakaknya KPH Ambarkusumo dan KPH Anglingkusumo yang sama-sama dinobatkan sebagai Paku Alam IX. Mereka tak punya keturunan atau kerabat bernama Anggiastri. Ambarkusumo naik takhta pada 31 Mei 1999 dan Anglingkusumo dikukuhkan masyarakat Adikarto, Kulonprogo pada 15 April 2012.