Kesaksian Fransiskus Penentu Nasib Badan Helikopter yang Hilang Kontak
jpnn.com - JAKARTA - Ditemukannya Fransiskus Subihardayan (22), salah seorang penumpang helikopter jenis EC 130 PK-BKA yang hilang kontak Minggu (11/10), dalam kondisi selamat, membuka jalan bagi tim Komisi Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) untuk melakukan investigasi.
Pasalnya, sejak Senin (12/10) lalu, tim seolah kehilangan arah dalam proses penyidikan. Sebab, seperti diinfokan sebelumnya, tidak ada fligt plan dan kontak apapun dengan pihak air traffic center (ATC) tentang penerbangan dari helikopter tipe EC 130. Kondisi ini diperburuk dengan emergency locator transmitter (ELT) yang digunakan tidak berfungsi.
Kepala KNKT Suryanto Cahyono saat dihubungi kemarin (13/10) mengungkapkan, pihaknya berencana segera menemui Fransiskus setelah dinyatakan sudah bisa berkomunikasi. Ada beberapa pertanyaan yang akan diajukan terkait musibah yang terjadi. Antara lain, kronologis kejadian dan detil kondisi pesawat sebelum heli jatuh.
Menurutnya, sesi wawancara ini menjadi kunci penting untuk tindakan selanjutnya, apakah pengangkatan badan heli perlu dilakukan atau tidak. Bila kesaksian korban dapat menjelaskan detil kondisi sebelum kecelakaan maka pengangkatan badan pesawat tidak perlu dilakukan.
Kesaksian dapat mewakili black box untuk membuat kesimpulan atas tragedi yang terjadi. "Makanya nanti kita lihat dulu keterangan yang disampaikan bagaimana," katanya.
Dia mengatakan, pengangkatan badan heli memang tidak wajib bila fakta penyidikan sudah terpenuhi. Apalagi, proses pengangkatan body tidak bisa dilakukan dengan sembarangan. Ditambah pula, biaya yang dikeluarkan cukup mahal serta beresiko. "Pengangkatan body itu tidak mudah, intinya itu," tegasnya.
Di tengah kelegaan atas berhasil ditemukannya satu korban dengan selamat, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) memastikan tidak akan menganulir sanksi pada kru dan pilot Heli EC 130. Sanksi ini harus diterima oleh mereka karena indisipliner yang telah mereka lakukan.
Pertama, mereka tidak berkomunikasi dengan unit lalu lintas udara (ATS) sebelum melakukan penerbangan. Kedua, pilot tidak mengisi flight plan. Dan paling parah, pilot telah berani melanggar aturan penerbangan soal visibility minimal untuk terbang.