Ketika Wartawan Jawa Pos Jadi Korban Perampokan di Sao Paolo
Saya berupaya keras mempertahankan tas yang berisi dompet, paspor, uang, dan peralatan kerja lain yang biasa dibawa seorang wartawan. Tetapi, ponsel saya harus direlakan. Karena melihat perlawanan saya, si pria berbadan besar tampak mengancam seperti akan mengeluarkan senjata dari balik jaketnya.
Namun, setelah ponsel saya berada di tangan mereka dan orang-orang dekat TKP (tempat kejadian perkara) mulai berdatangan, keduanya akhirnya berlari pergi. Kebetulan, TKP tepat berada di depan Aldo Cabeleireiro (tempat potong rambut Aldo). Di cabeleireiro terdapat seorang tukang potong rambut dan seorang pelanggan. Keduanya mengaku mendengar dan bahkan melihat langsung kejadian tersebut dari balik kaca cabeleireiro. Mereka sudah berusia cukup lanjut sehingga tidak berani berbuat banyak. ”Kami khawatir mereka membawa senjata,” kata salah seorang pelanggan yang menghampiri saya sambil memberikan minum untuk menenangkan saya.
Rogerio Minhano, owner Cafe Hostel, mengatakan, perampasan ponsel memang marak di Brasil. Biasanya, warga memilih langsung menyerahkan ponsel daripada hal-hal lebih buruk terjadi. ”Kami takut mereka membawa senjata. Jadi, ketika diancam, warga menyerahkan saja ponselnya,” kata Rogerio.
Rogerio lantas menelepon polisi untuk melaporkan kejadian tersebut. Karena jumlah kerugiannya minim, polisi tak mewajibkan saya ke kantornya. Mereka hanya meminta saya melapor via situs www.ssp.sp.gov.br. Situs pelaporan online itu membantu dalam hal statistik kejahatan terkait wilayah dan demografi pelaku. Termasuk warna kulit pelaku.
”Laporan ini bisa membuat mereka memberi perhatian di wilayah ini. Saya menyesalkan kejadian ini. Padahal, ini salah satu wilayah teraman. Yah, teraman untuk ukuran Brasil,” kata Rogerio. (*/c2/ham)