Ketum Muhammadiyah: Belajar dari Masa Lalu, Pancasila Disalahgunakan Penguasa
jpnn.com, JAKARTA - Ketum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir mengimbau bangsa Indonesia agar belajar dari dua pengalaman sejarah kekuasaan di masa lalu.
Di mana, saat perumusan perundang-undangan atau kebijakan penerapan ideologi Pancasila disalahgunakan dan dijadikan instrumen kekuasaan yang bersifat monolitik oleh penguasa.
"DPR, pemerintah dan bangsa Indonesia hendaknya tidak mengulangi kesalahan sejarah tersebut, karena jelas bertentangan dengan Pancasila dan merugikan kepentingan seluruh hajat hidup bangsa Indonesia dalam mewujudkan cita-cita nasional sebagaimana termaktub dalam Pembukaan UUD 1945," kata Haedar dalam pernyataan sikap PP Muhammadiyah terhadap Rancangan Undang- Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP).
Dia melanjutkan, RUU HIP mendapatkan penolakan dari berbagai elemen masyarakat. Jika pembahasan dipaksakan untuk dilanjutkan berpotensi menimbulkan kontroversi yang kontra produktif dan membuka kembali perdebatan dan polemik ideologis dalam sejarah perumusan Pancasila yang sudah berakhir.
"Ini harus diakhiri setelah tercapai kesepakatan luhur, arif dan bijaksana dari para pendiri bangsa," ujarnya.
Kontroversi RUU HIP akan menguras energi bangsa dan bisa memecah belah persatuan, lebih-lebih di tengah negara dan bangsa Indonesia menghadapi pandemi COVID-19 yang sangat berat dengan segala dampaknya.
"Tujuan undang-undang adalah untuk menciptakan tertib sosial, kedamaian, kesejahteraan. perlindungan dan kepastian bagi setiap warga negara bukan sebaliknya," ucap Haedar.
Muhammadiyah, lanjutnya, mendesak DPR untuk lebih sensitif dan akomodatif terhadap arus aspirasi terbesar masyarakat Indonesia yang menolak RUU HIP.