Kewenangan Minim, Lebih Baik DPD Dibubarkan Saja
Dengan itu, Margarito berkeinginan masalah seperti ini tidak akan terjadi kedepanya bila nantinya DPD diberi kewenangan lebih.
Permasalahan lainnya, kata Margarito adalan pengawasan terhadap anggota DPD sangat sulit dilakukan karena mereka tidak mempunyai atasan dan berhak mengatur dirinya sendiri.
"Jadi kalau ada anggota DPD ngaco bagaimana menegurnya? Ini harus dicarikan solusinya." tanya dia.
Lain halnya dengan anggota DPR. Bila mereka macam-macam atau aneh aneh dalam menjalan tugasnya bisa langsung dilaporkan ke ketua fraksi maupun ketua partai untuk diberikan sanksi maupun teguran. "Jadi mekanisme kontrol bisa dilakukan dengan baik," tandasnya.
Untuk itu, bila nantinya DPD betul-betul diberi kewenangan lebih dengan bisa mengambil keputusan semua permasalahan harus klir. "Jangan sampai pemerintahan malah menjadi stuck," pungkasnya.
Sebelumnya, Ketua Komite I DPD Benny Ramdhani mengaku setuju dengan wacana DPD dibubarkan sepanjang peran dan kewenangannya tidak dikuatkan. "DPD hanya menghabiskan uang rakyat secara mubazir,” cetus Benny dalam diskusi “Kembali soal Masa Depan Perwakilan Politik” di Cikini, Jumat (26/8).
Dia menyebutkan, setiap tahunnya masing-masing anggota DPD menyedot dana APBN Rp 2,5 miliar. Dikalikan 132 anggota DPD selama lima tahun, jumlahnya cukup besar. Komponen pendapatan anggota DPD itu, lanjutnya, gaji bulanan Rp 70 juta, jatah reses empat kali setahun dengan anggaran Rp 300 juta setiap reses, setiap bulan pulang ke dapil dengan SPPD Rp 24 juta, ada juga FGD empat kali dijatah Rp 35 juta untuk acara diskusi itu.
Juga kunker ke luar negeri dua kali setahun dengan jatah Rp 150 juta setiap kali bepergian. “Pulang dari luar negeri bersih bisa mengantongi 75 juta. Jadi semacam uang haram selama DPD tidak bisa menyuarakan aspirasi rakyat daerah yang diwakilinya,” cetus senator asal Sulut itu.