Close Banner Apps JPNN.com
JPNN.com App
Aplikasi Berita Terbaru dan Terpopuler
Dapatkan di Play Store atau Apps Store
Download Apps JPNN.com

KH Ma'ruf Amin dan Akar Sejarah Ulama di Kancah Kekuasaan

Oleh Imran Hasibuan*

Sabtu, 18 Agustus 2018 – 16:52 WIB
KH Ma'ruf Amin dan Akar Sejarah Ulama di Kancah Kekuasaan - JPNN.COM
Joko Widodo dan KH Ma'ruf Amin. Ilustrasi: JawaPos.Com

Pasca-tertangkapnya Sultan Ageng, Al-Maqassari dan Pangeran Purbaya, putra Sultan Ageng lainnya, memimpin pertempuran melawan pasukan Belanda dan Sultan Haji. Pasukan Al-Maqassari -yang terdiri atas sekitar 4.000 orang Banten, Makassar/Bugis, dan Jawa- melakukan perang gerilya di seluruh wilayah Jawa bagian Barat. Pasukan ini sulit ditaklukkan Belanda. Ini membuktikan keberanian dan kegigihan Al-Maqassari dalam menentang musuh.

Baru setelah dengan tipu daya, Belanda akhirnya berhasil menangkap Syekh Yusuf al-Maqassari pada Desember 1683. Dengan tertangkapnya ulama kharismatik ini, praktis Perang Banten berakhir. Sang ulama kemudian dibawa ke Batavia, dan kemudian dibuang ke Srilanka, karena khawatir kaum muslim akan membebaskannya.

Pada masa pergerakan kebangsaan pun para ulama berpolitik, meski tidak masuk dalam kekuasaan. Haidratus Syekh Hasyim Asy'ari dan sejumlah ulama lainnya mendeklarasikan Resolusi Jihad pada 22 Oktober 1945 yang isinya menyerukan melawan penjajah Belanda yang ingin berkuasa lagi di bumi Indonesia.

Pada masa awal kemerdekaan bahkan terbentuk partai politik berasaskan Islam seperti Masjumi, Partai NU, Perti dan lain-lain. Pemimpin utama Masjumi yang juga seorang ulama terkemuka, Mohammad Natsir, pernah menjadi perdana menteri atau jabatan pemerintahan tertinggi pada masa Demokrasi Parlementer.

Pemimpin NU, Idham Chalid, juga menjabat wakil perdana menteri di bawah pemerintahan Presiden Soekarno.

Sedangkan pada masa Orde Baru di bawah pemerintahan Presiden Soeharto, memang tak ada ulama yang menjadi wakil presiden. Tapi, di masa reformasi Kiai Haji Abdurahman Wahid alias Gus Dur tampil sebagai Presiden RI (periode 1999-2001).

Dengan tampilnya Kiai Haji Ma'ruf Amin sebagai calon wakil presiden yang mendampingi Jokowi, seakan meneruskan sejarah panjang ulama di kancah kekuasaan. Tak ada yang janggal mengenai hal itu alias lumrah saja.

Tugas kita sebagai warga-negara di ranah demokrasi adalah mengawal para pemimpin negara, termasuk Kiai Ma'ruf jika kelak terpilih sebagai Wakil Presiden RI. Kawal dengan kritik, bahkan yang keras sekalipun, jika kita anggap kebijakan dan sikapnya sebagai pemimpin telah melenceng dari yang digariskan.

Tampilnya ulama di kancah politik sebenarnua bukan hal baru. Ada akar sejarahnya, bahkan Kesultanan Banten mencapai masa keemasannya saat ada Syekh Yusuf.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

X Close