Khofifah dan 'Misi' yang Belum Tuntas
Oleh Zaenal A Budiyono*Passion di Jatim
Dengan track record positif Khofifah di Kemensos seperti itu, banyak kalangan mempertanyakan alasannya yang utama mau kembali turun di Pilkada Jatim. “Kalau di Mensos berprestasi, ngapain ke Pilkada Jawa Timur yang belum tentu menang?”, begitu pikir banyak orang.
Namun, Khofifah tampaknya memiliki alasan sendiri. Dan itu tentunya sah-sah saja dalam demokrasi.
Menurut analisis penulis, Khofifah memiliki passion tersendiri terhadap Jawa Timur. Disinyalir, ketua umum Muslimat NU itu ingin menyelesaikan “misi yang belum tuntas” di sana.
Sejarah mencatat, Khofifah dua kali “kalah” di Pilkada Jatim sebelumnya oleh pasangan yang sama, yakni Sukarwo – Gus Ipul. Kekalahan Khofifah terasa berbeda karena diiringi persaingan ketat dengan Soekarwo hingga detik terakhir.
Dan episode ini berlangsung dua kali, saat Pilkada 2008 dan 2013. Pada Pilkada Jatim 2008, kemenangan Soekarwo bahkan harus melalui tiga putaran dengan hasil akhir 50,20 persen untuk Soekarwo – Gus Ipul dan 49,80 persen untuk Khofifah – Mudjiono.
Dramatisnya, pada hari H pemilihan, semua hasil quick count lembaga survei justru memenangkan Khofifah dengan selisih tipis pula. Menurut hitung cepat Lembaga Survei Indonesia (LSI), Khofifah memperoleh suara sebanyak 50,44 persen, sedangkan Soekarwo 49,56 persen.
Sementara itu versi Lingkaran Survei Nasional, Khofifah mengumpulkan 50,76 persen suara dan Soekarwo 49,24 persen. Perbedaan hasil ini yang membuat profil politik Khofifah naik di mata sejumlah kalangan.