Kisah Aktris Terbaik Se-Jatim Berjiwa Preman
Selami Kehidupan Anak Punk, Rela Tak Mandi Tiga HariDari sini Ellya bertemu Fuad, sutradara teater yang juga Ketua Sanggar Teater Alit. Dari pria ini alumnus SMAN 2 Batu ini bermain ludruk dan bisa mengembangkan bakatnya.
Hampir di setiap pementasan, dia berperan sebagai preman. Pertimbangan sutradara memberikan peran preman padanya karena dianggap cocok. “Kata orang saya punya jiwa disitu (preman). Terserah penilaian orang seperti apa,” kata dara kelahiran 11 Februari 1990 itu.
Pementasan yang paling dia kenang kala itu bertajuk ‘ Reportoar’ tahun 2006. Pertunjukan kolosal tersebut digelar di sepanjang trotoar Jl. Panglima Sudirman. Ceritanya saling berkesinambungan tanpa ada dialog.
Kala itu dia mengaku tidak mengerti benar maksud dari gerakan yang dilakukan. “Waktu itu masih baru di teater. Ternyata langsung pementasan besar dan megah. Jadi belum terlalu nyambung,” beber Alumnus Universitas Negeri Malang (UM) ini.
Usai bertahun-tahun sering bermain menjadi preman, tahun 2009 Ellya memutuskan memakai jilbab. Setelah memakai jilbab, sutradara lebih sering memberikan peran yang lebih kalem. Salah satunya menjadi anak kos yang ditaksir preman. Dari peran preman yang kasar, Ellya berubah membawakan peran sedih.
“Saya bisa menangis tersedu-sedu sampai keluar ingus,” kata Ellya sembari tertawa ngakak.
Dalam membawakan peran, Ellya menyisipkan improvisasi. “Waktu itu ada adegan merokok. Karena berkali-kali saya nyalakan rokok tapi selalu mati, kontak saya lempar,” kata dia.
Menurutnya, improvisasi itulah yang membuatnya masuk nominasi. “Reflex saja sih. Kebetulan rokoknya tidak hidup-hidup saat di panggung,” kata dia.