Kisah Anak-Anak Panti Korban Sodomi Jadi Pelaku Sodomi Berjamaah (5)
Tapi bukan susu yang ada di botol itu. Melainkan air teh. "Mana ada duit buat beli susu. Air teh ajalah," kata pengasuh itu ketika ditanyai mengapa isi botol itu bukan susu seperti dikutip dari batampos.co.id (group JPNN), Kamis.
Pengasuh itu bersungut-sungut. Wajahnya memancarkan kebencian. Setiap kali ada bayi berteriak, telapak tangannya langsung mendarat ke paha si bayi, atau juga pantat. Tak dihiraukannya penyebab si bayi menangis. Sama seperti tak dihiraukannya ruam-ruam merah di leher seorang bayi laki-laki. Tak dihiraukannya juga -maaf, kotoran manusia di atas kasur itu. Sampai tinja itu mengering.
"Enggaklah (kenapa-kenapa). Ini biasa," jawab pengasuh itu tentang ruam-ruam merah di leher bayi.
Belakangan, ketika bayi itu dievakuasi ke Panti Anak Yayasan Pembinaan Asuhan Bunda (YPAB), pengasuh di sana mengatakan, ruam merah itu biang keringat yang tak dibersihkan. Bayi itu memiliki pipi tembem yang begitu tembemnya hingga menutup leher. Lipatan-lipatan di leher itulah yang menjadi tempat bersarang biang keringat.
Biang-biang keringat itu harus dilap sesering mungkin. Lalu dibubuhi bedak. Jika tidak, muncullah luka berupa ruam-ruam merah itu. Luka itu akan membuat anak tak nyaman.
"Kalau di sana memang ada perawatan, yang seperti ini harusnya tidak terjadi," kata pengasuh di Panti Anak YPAB.
Tak tahan dengan kondisi di ruang bayi itu, si gadis, yang berkeliling tadi, memutuskan keluar. Dan melihat-lihat kondisi ruangan lain di panti itu. Ia menaiki tangga ke lantai II.
Di sanalah ia melihat beberapa anak tergeletak di lantai. Mereka diam tak bergerak. Ternyata, sedang tidur.