Kisah Habib Idrus bin Salim Al-Jufri, Nasionalisme dan Tak Goyah pada Materi
jpnn.com, JAKARTA - Cendikiawan Muslim KH. Ahmad Baso menceritakan perjuangan Habib Idrus bin Salim Al-Jufri dalam menjaga prinsipnua. Dia juga menilai Habib Idrus memiliki keteguhan hati tak tergoyahkan meski ditawari bergepok-gepok uang dan rayuan jabatan.
Ahmad Baso menceritakan Habib Idrus merupakan Mufti dan Qadhi di Tarim, Hadramaut, Yaman. Namun, di usia 25 tahun, Habib Idrus melepaskan gelar itu karena merasa tak cocok.
Usut punya usut, kerelaan melepas jabatan itu berasal sikap politiknya yang menentang penjajahan Inggris di Negeri Teluk Aden.
Usai drama itu, Sang Sayid memilih mengembara ke timur. Dia bertolak ke Indonesia yang terletak 8 ribu kilometer jauhnya dari kampung halaman.
Habib Idrus berbekal wasiat dari gurunya, yakni jika dalam perantauan menemukan aroma yang sama dengan tanah bekal, maka itulah tanah yang penuh dengan berkah.
“Kalau ada tanah sama rasa dan harumnya tanah ini dengan tempatmu nanti, itu tempat ideal. Itu nanti berkah tempat itu. Hal ini sudah lazim dalam tradisi tarekat dan ternyata yg didatangi itu adalah negeri kita, dan Sayid Idrus itu menemukannya di Kota Palu, Sulawesi Tengah," ungkap Ahmad Baso saat mengisi Program Inspirasi Ramadan BKN PDI Perjuangan bersama host Mirza Ahmad, Jumat (8/4) dini hari.
Palu bukan kota pertama. Habib Idrus pernah singgah di Pekalongan, Solo, Jombang, Maluku, Morotai, Bacan, Kalimantan, dan Papua.
Tepat pada 1930, Habib Idrus berusaha mendirikan Madrasah Al-Khairaat.