Kisah Mengharukan, Dari Menandu Pasien Hingga Dihadang Babi Hutan
Jasa bidan hanya dibayarkan dalam bentuk makanan, beras, gula, dan pembayaran antara Rp 20 ribu sampai Rp 50 ribu.
Selain itu, ketika pertolongan diberikan tenaga kesehatan, masyarakat mengira bakal dibawa ke rumah sakit. “Sebagai bidan desa, saya bertugas membina penduduk berjumlah tujuh ribuan jiwa dalam satu desa dengan sasaran utama yaitu ibu hamil 148 orang dalam setahun. Jadi sebulannya sebanyak 12-an orang yang menjadi target pelayanan kesehatan ibu,” ungkap Regina.
Banyak peristiwa dan pengalaman yang tidak bisa dilupakan Regina selama bertugas. Salah satunya yang sempat membuat Regina ketakutan adalah saat merujuk ibu melahirkan pada Oktober 2013.
Ketika itu pasien ibu melahirkan usia kehamilannya 38 minggu dalam kondisi kejang (eklamsia), tekanan darah mencapai 180/100 mm Hg, dan tidak sadarkan diri. Saat itu, akhirnya dilakukan rujukan ke PONED terdekat ke Desa Karangnunggal. Membawa ibu melahirkan dari rumahnya menuju ambulans menggunakan tandu berjalan kaki dengan waktu tempuh dua jam perjalanan melewati hutan belantara.
Dalam berjalan kaki membawa pasien dengan menggunakan tandu, pasien tersebut melahirkan dalam kondisi kegawatdaruratan. Alat pertolongan persalinan seadanya, seperti partus set dan infus set. Tidak ada tabung oksigen, dan mgso4.
Kejadian yang amat disayangkan, sekitar sepuluh menit perjalanan, terjadi kelahiran. Yang memprihatikan saat itu, bayi yang dilahirkan tidak terselamatkan, meninggal dunia di dalam kandungan.
“Saat itu pihak keluarga mendesak agar bayinya dibawa pulang untuk dikuburkan. Demikian juga ibu si bayi yang dalam kondisi lemah. Tapi saya menganjurkan pasien ibu agar tetap dibawa ke PONED," ujarnya.
Ketika itu, cerita Regina, sempat terjadi keributan kecil, karena keluarga menolak untuk dibawa ke PONED. Akhirnya diputuskan bersama untuk tetap melanjutkan perjalanan, karena ibu tersebut masih dalam kondisi kejang yang berulang-ulang, dan tidak sadarkan diri.