Kisah Naila Mutasyarofah, Enam Tahun Mulutnya Tertutup Rapat, Akhirnya...
Bukan hanya itu, bagian belakang rahang bocah kelahiran 6 Maret 2010 tersebut juga merekat sehingga tidak bisa digerakkan. Otomatis, mulut bocah asal Dusun Lengkong, Desa Sucopangepok, Kecamatan Jelbuk, Jember, itu terkunci.
Lantas, bagaimana selama ini Naila makan dan minum hingga bisa tumbuh normal? Ternyata, ada lubang kecil di belahan bibir yang cukup untuk memasukkan sedotan. Lubang sebesar setengah sentimeter itu dibuat dukun saat Naila masih berumur tiga bulan. Dari lubang tersebut, ibu Naila dengan telaten memasukkan air susu melalui lubang hidung anaknya.
Ketika Naila sudah cukup umur, Ningwati juga mulai memberi makan. Caranya ialah melumat makanan menjadi butiran-butiran kecil dan memasukkan melalui lubang mungil di bibir Naila. Satu demi satu. ”Biasanya Naila suka telur dan susu,” ucap Ningwati sembari menyeka air mata.
Meski memiliki kelainan seperti itu, Naila tetap tumbuh dan berkembang layaknya anak-anak normal. Dia juga bersekolah. Kini dia tercatat sebagai murid kelas I di SDN Sucopangepok 4 Jelbuk. Bahkan, walau organ mulutnya tidak normal, Naila memiliki hobi menyanyi. ”Biasanya menyanyi Sakitnya Tuh di Sini,” ungkap Ningwati.
Selama enam tahun, Naila bertahan hidup dengan kondisi seadanya tanpa pertolongan medis. Apalagi, rumah orang tuanya cukup terpencil. Dari Kantor Kecamatan Jelbuk, masih harus melakukan perjalanan satu jam ke lereng Pegunungan Argopuro.
Beban Ningwati makin berat saat suaminya yang bekerja sebagai TKI di Malaysia meninggal dunia. Dia pun hanya bisa pasrah karena ketiadaan biaya untuk mengobatkan anaknya. Akhirnya ada bidan desa yang mengetahui kondisi Naila. Dibantu relawan Sedekah Rombongan Jember dan staf Kecamatan Jelbuk, Naila bisa tertangani secara medis.
Beberapa kali Naila dibawa ke rumah sakit. Namun, tidak ada perkembangan berarti. Baru, ketika ada program pengobatan dari RS Paru Jember untuk masyarakat miskin, Naila tertangani lebih baik. Bahkan, RS milik Pemprov Jatim itu langsung membentuk tim dokter untuk menangani pasien istimewa tersebut.
Sebagai ketua tim, ditunjuklah dr Ulfa Elfia MKes SpBP-RE, spesialis bedah plastik. Lalu, ketua tim anestesi dipercayakan kepada dr Wahib. Mereka didampingi tim supervisi yang dipimpin dr Magda Rosalina Hutagalung SpBP-RE (KKF), spesialis bedah plastik wajah dari RSUD dr Soetomo Surabaya.