Kisah Naila Mutasyarofah, Enam Tahun Mulutnya Tertutup Rapat, Akhirnya...
”Karena tidak hanya membuka mulut, tapi juga memisahkan rahang atas dan bawah serta sedikit pemotongan supaya rahangnya bisa digerakkan dengan bebas,” ucapnya.
Tim dokter RS pun lalu meminta pendampingan dr Magda Hutagalung yang selama ini mendalami craniofacial. Bukan hanya pendampingan tenaga, melainkan juga mesin khusus yang dipinjam RS Paru Jember dari Surabaya.
Anestesi dilakukan dengan cara modern melalui fiber optik sehingga tidak perlu melubangi leher untuk saluran pernapasan pasien. ”Proses operasinya berlangsung sekitar tujuh jam dengan tambahan anestesi tiga jam. Jadi, total sekitar sepuluh jam,” jelas Ulfa.
Secara umum, menurut Ulfa, proses operasi berjalan lancar. Sebab, persiapannya cukup matang. Bahkan, lima hari setelah operasi, Naila sudah diperbolehkan pulang. ”Indikasi kondisi pasien cukup baik, makan-minumnya sudah adequate (memenuhi kebutuhan minimum, Red) jika infus dibuka,” katanya.
Selain itu, pembengkakan seusai operasi mereda dan produksi drain pascaoperasi sudah sangat minimal. Untuk memudahkan kontrol, Naila untuk sementara diminta pulang ke rumah singgah relawan Sedekah Rombongan di Patrang, Jember.
Pihak RS Paru Jember akan terus mengawasi perkembangan kondisi Naila. ”Sebab, Naila masih dalam tahap tumbuh kembang. Sehingga kami perlu tahu perkembangan dan pertumbuhan tulangnya,” jelas Ulfa.
Sambil terus diobservasi, Naila juga harus menjalani terapi buka tutup mulut agar tulang rahangnya tidak kembali kaku. Untuk saat ini, tim dokter masih lebih mengutamakan fungsi live saving agar Naila bisa melanjutkan hidup dan kondisinya mendekati sama dengan orang normal lainnya. (*/har/c9/ari)