Kisah 'Wong Solo' yang Sudah 50 Tahun di Rumania
Menurut Djoko, saat era Presiden Soekarno, memang banyak negara di Eropa Timur yang beraliran komunis yang memberikan beasiswa.
Di Rumania, Djoko mengambil jurusan ekonomi dan perdagangan luar negeri di Academia D’Studii Economice (ACE) Din Bucharest. Perguruan tinggi yang didirikan pada 1913 itu memang menelurkan banyak politikus ulung dan pejabat di Rumania. Sebut saja Corina Cretu (vice president of European Parliament), Mugur Icarescu (mantan perdana menteri), serta Marin Ceausescu (ekonom dan diplomat).
Djoko butuh enam tahun untuk menyelesaikan kuliah. Pada 1971, dia lulus dan berhak dengan gelar setara magister (S-2). Namun, nahas bagi dia. Saat menempuh kuliah, terjadi pergolakan politik di Indonesia. Rezim Presiden Soekarno dikudeta rezim Orde Baru yang dipimpin Soeharto.
Ketika Order Baru berkuasa, segala bentuk yang berbau komunis disingkirkan. Stigma aliran kiri melekat pada mereka yang menempuh pendidikan di negara-negara Eropa Timur. Cap komunis itu bahkan menurun kepada anak cucu mereka yang tidak tahu apa-apa. Anak-anak tersebut kelak mengalami banyak kesulitan dan masalah dalam berbagai hal, termasuk ketika mencari pekerjaan.
Lulus kuliah bukannya senang, Djoko justru gamang. Di satu sisi, dia sangat ingin balik ke tanah air. Namun, di sisi lain, kondisi politik di tanah air belum memungkinkan dirinya untuk kembali. Sebab, pemerintah Orde Baru sedang giat-giatnya ’’membersihkan’’ orang-orang dan keluarganya yang dianggap komunis.
Akhirnya, Djoko memilih tinggal sementara di Rumania sambil menunggu suasana politik di tanah air aman dan stabil. Apalagi hatinya tertambat pada seorang gadis Bucharest yang juga teman kampusnya, Novac Angela.
’’Saat itu, kami sudah klik dan berencana menikah. Namun, tidak mudah menikah dengan orang asing saat pemerintahan komunis berkuasa,’’ terang Djoko. Dia dan Angela harus menunggu izin dari pemerintah Rumania hingga empat tahun lamanya.
Sembari menunggu izin itu, Djoko mencari pekerjaan di sejumlah perusahaan. Mungkin karena dirinya orang asing, pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya sulit didapat. Sampai akhirnya, pada 1975, dia berkesempatan bekerja di KBRI sebagai local staff. Setelah Djoko lima tahun bekerja di KBRI, barulah izin menikah yang ditunggu-tunggu tersebut keluar.