Klaim Mandek, Cash Flow Kacau
Menurut dia, target iuran yang ditetapkan per tahun tidak bisa dibagi 12 bulan untuk mendapat target per bulan. Sebab, fokus utama BPJS adalah jumlah peserta. BPJS menargetkan 121 juta peserta dengan pendapatan iuran sekitar Rp 38 triliun.
Irfan mengakui adanya beberapa iuran pada Januari yang belum masuk ke BPJS. Iuran itu berasal dari pemerintah daerah (pemda). Meski demikian, dia memastikan bahwa telatnya pembayaran tersebut tidak menjadi kendala. Sebab, pada bulan berikutnya, pemda membayar dobel.
’’Tidak bisa jika hanya dibagi 12 bulan seperti itu. Yang penting dilihat likuiditasnya. Dana itu pun (Rp 2,5 triliun) sanggup untuk membayar klaim,’’ katanya.
Dari klaim yang telah disetorkan rumah sakit, dia mengakui memang baru beberapa yang telah dibayar. Jumlah itu pun tidak lebih dari Rp 1,2 triliun. Menurut Irfan, sedikitnya klaim RS yang dibayar BPJS juga disebabkan kurang lengkapnya persyaratan pencairan klaim.
Dia mejelaskan, RS kebanyakan hanya menyetorkan setengah dari keseluruhan berkas klaim yang diwajibkan BPJS. Karena itu, BPJS tidak bisa membayar klaim. Padahal, lanjut dia, BPJS akan memberikan 50 persen dari jumlah klaim oleh RS, meski verifikasi belum tuntas.
’’Lengkapi dulu. Kalau berkas hanya diberikan tidak lengkap dalam 31 hari, bagaimana bisa diberikan" Jadi, tidak benar BPJS dianggap kurang dana atau menghambat cash flow mereka,’’ tuturnya.
Irfan menyatakan, pemberian separo klaim itu telah diatur dalam UU BPJS Kesehatan. Diharapkan, RS sudah mengantisipasi aturan tersebut sehingga nanti tidak mengalami kesulitan keuangan.
Selain kurang lengkapnya berkas, kata dia, lambatnya pencairan klaim disebabkan telatnya penyerahan berkas klaim itu. Menurut dia, RS lebih dulu menyelesaikan laporan klaim keuangan program sebelumnya, yakni jaminan kesehatan masyarakat (jamkesmas).