KLHK Serius Menyelesaikan Konflik Agraria di Kawasan Hutan
Apa yang diperlukan selanjutnya? Menurut Menteri Siti, dalam Reforma Agraria dari kawasan hutan, yang penting sebetulnya hal-hal berkenaan dengan rencana usaha hutan yang meliputi: Identitas pemohon selaku penanggung jawab dengan daftar subyek penerima TORA yang dilengkapi dengan Nomor Induk Kependudukan dan fotocopy Kartu Tanda Penduduk (KTP).
Pendistribusian untuk Program Pemanfaatan kawasan hutan bagi program pembangunan nasional dan daerah, pengembangan wilayah terpadu (area development), pertanian tanaman pangan (irigasi, reklamasi rawa); perkebunan rakyat, perikanan, peternakan, ekowisata, wisata konservasi, agrowisata, sentra industri kecil/ lingkungan industri kecil, fasilitas pendukung budidaya pertanian, pemukiman/resettlement/ pusat pemerintahan, fasilitas umum dan fasilitas sosial. Penyiapan ini oleh PEMDA atau instansi atau individu pemohon diperlukan untuk memperoleh lahan yang dilepaskan dari hutan.
Instrumen lain yang penting, menurut Menteri Siti, ialah identifikasi dan penetapan hutan adat. Dengan cara ini diproyeksikan terdapat 6.551.305 Ha potensi hutan adat yang diperoleh dari data partisipatif para aktivis dan diteliti bersama KLHK, untuk ditetapkan menjadi hutan adat. Untuk ini membutuhkan dasar hukum identitas masyarakat hukum adat dengan PERDA, sesuai perintah UU 41/1999 dan PMK 35, sehingga untuk itu dilakukan terobosan dengan cara menetapkan hutan adat yang sudah dilengkapi dasar PERDA serta sekaligus menegaskan wilayah indikatif hutan adat yang sudah di verifikasi dengan Keputusan Menteri.
Ini perlu untuk kepentingan kekuatan hukum bagi masyarakat dan agar tidak lagi “diganggu” oleh atau untuk kepentingan lain, sehingga masyarakat bisa merasa “secure”.
Instrumen lain ialah spontanitas uluran tangan dari dunia usaha, yaitu identifikasi wilayah konflik dalam areal konsesi dan mengeluarkan wilayah dari areal konsesi dengan cara addendum izin. Tercatat sebanyak 13 perusahaan dengan addendum sebanyak lk 60 ribu hektar.
KLHK telah meneliti dan memproyeksikan wilayah konflik dan potensi konflik itu yang dirangkum dalam Tanah Obyek Reforma Agraria, sehingga sangat jelas bahwa konsep Reforma Agraria untuk menyelesaikan dan menjaga dari konflik telah sesuai dengan arahan Presiden dan Nawa Cita Jilid I. Luasan sekitar 4,97 juta hektar yang telah direalisasikan pencadangan dan dialokasikan diantaranya kepada Gubernur mencakup areal untuk pemukiman dan untuk kegiatan masyarakat dalam usaha mata pencaharian.
Bila diteliti secara mendetail dengan analisis citra resolusi tinggi maka sebetulnya khusus areal pemukiman dengan dwelling unit secara nasional tercatat seluas sekitar 123 ribu hektare dan khusus di Jawa sekitar 42 ribu hektare. Dengan demikian maka optimistis masalah konflik tenurial kawasan hutan diselesaikan.(jpnn)