Kok Alumni 212 Mencampuri Urusan Partai?
jpnn.com - Sikap Presidium Alumni (PA) 212 dinilai sudah terlalu jauh dari semangat ke-ummatan. Tidaklah tepat jika PA 212 mengintervensi parpol, bahkan menekan Partai Demokrat untuk tidak mengusung Agus Harimurti Yudhoyono jika ingin berkoalisi dengan Gerinda dan PKS.
“Harusnya ini tidak terjadi,” kata pengamat Politik Ray Rangkuti, kepada INDOPOS, Minggu (5/8).
Dikatakan, akibat terlibatnya PA 212 yang terlalu jauh dalam urusan koalisi parpol, Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) bersitegang berebut posisi cawapres dari koalisi Prabowo Subianto di pilpres 2019.
Ketegangan itu terjadi tatkala Demokrat ingin AHY, sedangkan PKS bersikap tetap memperjuangkan rekomendasi Ijtima yang mengusulkan nama Ketua Majelis Syuro PKS, Salim Segaf Al Jufri dan Ustad Abdul Somad (UAS) sebagai kandidat cawapres.
"Di sinilah ketegangan Demokrat dan PKS khususnya,” kata Ray.
Dia menyatakan, dua partai sangat mengerti betul siapapun yang dapat posisi itu akan menguntungkan bagi elektabilitas partai. "Jadi bukan persoalan siapa tokohnya, tapi siapa yang mendapatkannya,” ucapnya.
Dan rasanya, sambung Ray, tidak mudah bagi Prabowo untuk memutuskannya, sekalipun, terlihat ada keberatan terhadap nama Salim Assegaf. Tapi di atas itu, jika akhirnya Prabowo memutuskan siapa yang layak jadi pendampingnya, sebenarnya sudah sulit bagi partai lain untuk membelokan dukungan.
Terpisah, Direktur Indonesia Public Institute (IPI), Karyono Wibowo menilai, arah gerakan PA 212 kental dengan muatan kepentingan politik. Bahkan, mereka tak segan-segan melayangkan sikap yang diduga sebuah intervensi terhadap parpol.