Komentar Kritis Jubir PSI Terkait Pelibatan TNI Dalam Penanganan Aksi Terorisme
jpnn.com, JAKARTA - Wacana pelibatan TNI dalam penanganan tindak Terorisme kembali menguat setelah munculnya Rancangan Perpres tentang Tugas TNI Dalam Mengatasi Aksi Terorisme.
PSI berpandangan bahwa Perpres ini malah cenderung mengaburkan penanganan Tindak Terorisme yang diamanatkan UU Nomor 5 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Selama ini penanganan Aksi Terorisme di Indonesia sudah berjalan baik di bawah koordinasi BNPT dan Kepolisian.
“PSI sepenuhnya mendukung argumentasi Gubernur Lemhanas Letjen (Purn) Agus Widjojo yang menyebutkan bahwa Perpres ini berpotensi menimbulkan tumpang-tindih instansi dalam penanganan aksi terorisme di Indonesia,” kata Juru Bicara PSI Rian Ernest dalam keterangan persnya, Jumat (15/5/2020).
Rian Ernest menyebutkan ada beberapa kelemahan dalam draf Perpres ini. Pertama, dari aspek legal, tugas TNI bukanlah penegakan hukum. Ketika Perpres memberi ruang penangkalan dan penindakan kepada TNI maka peluang terjadinya pelanggaran Hukum dan HAM akan terjadi.
“Apalagi istilah ‘penangkalan’ tidaklah dikenal di dalam UU Terorisme itu sendiri. Bisa terjadi adanya perebutan wewenang antara penangkalan oleh TNI dan pencegahan oleh BNPT,” kata Rian Ernest.
Kedua, menurut Rian, tidak dibatasinya wilayah kerja yang jelas sesuai UU TNI, misalnya untuk aksi terorisme luar negeri (contoh pembajakan pesawat Indonesia di luar negeri) atau aksi teror di wilayah perbatasan, akan menimbulkan masalah lain tumpang tindih wewenang dengan BNPT dan Polri yang sudah memiliki wewenang pencegahan, penindakan dan rehabiltasi.
Menurut Rian, PSI menilai idealnya TNI turun membantu BNPT dan Polri pada saat situasi sudah makin genting. Sedangkan draf Perpres yang ada malahan membuat TNI bisa secara mandiri bergerak dan berisiko berbenturan kerja di lapangan dengan BNPT dan Kepolisian.