Komisi III Minta Polisi Transparan soal Penangkapan Ananda dan Dhandy
jpnn.com, JAKARTA - Dua aktivis yakni pendiri Rumah Produksi Wathcdoc Dandhy Dwi Laksono, dan jurnalis Ananda Badudu diamankan Polda Metro Jaya terkait kasus berbeda. Dandhy ditetapkan sebagai tersangka pelanggaran UU ITE, meski kini sudah dilepas. Sementara, Ananda masih berstatus saksi terkait transfer dana untuk demonstrasi mahasiswa.
Anggota Komisi III DPR Arsul Sani mengatakan, persoalan ini harus dilihat kasus per kasus. “Tidak bisa juga karena atas nama kebebasan berekspresi, berpendapat, kemudian menyimpulkan bahwa itu adalah langkah melanggar HAM dan tindakan sewenang-wenang,” katanya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (27/9).
Karena itu, Arsul menegaskan, supaya kasusnya jelas maka jajaran Polri agar terbuka dan transparan memberikan informasi kenapa Dandhy dibawa pada malam hari, bukan justru ditetapkan sebagai tersangka kemudian dipanggil sebagaimana prosedur yang biasanya berlaku.
“Kemudian kalau dipanggi, diperiksa, kemudian perlu dilakukan penahanan baru ditahan. Kenapa kok pilihannya penangkapan, apalagi setelah dibawa kan tidak ditahan juga,” ujar Arsul.
Sekretaris jenderal Partai Persatuan Pembangunan (Sekjen PPP) itu menilai wajar saja kalau masyarakat mempertanyakan kepada pimpinan Polri terkait persoalan ini. “Karena ini dipertanyakan berbagai kalangan masyarakat ya kami yang DPR harus mempertanyakan,” ungkapnya.
Lebih jauh Arsul menuturkan, yang terpenting dalam penindakan hukum adalah semua prosedur formalnya terpenuhi. Misalnya hal-hal terkait surat administrasi hingga pemberitahuan kepada keluarga.
Arsul menyatakan, Polri harusnya bisa lebih transparan dalam melakukan proses penindakan hukum dan mengomunikasikan secara terbuka tindakan yang mereka ambil.
“Biar publik menilai. Saya kira publik sekarang kan juga sudah pintar. Kalau alasannya karena postingan di medsos, biar publik menilai apakah memang postingan itu memang benar-benar provokatif atau tidak,” pungkasnya. (boy/jpnn)