Komite I DPD RI: Anggaran Pilkada Serentak Jangan Membebani APBD
“Ini semua kami lakukan dalam rangka memastikan bahwa proses demokratisasi ini dapat berjalan sesuai dengan asas demokrasi yang kita pilih, yaitu langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil (LUBER-JURDIL) serta dapat menghasilkan pimpinan-pimpinan daerah yang legitimate dan credible serta mampu mensejahterakan masyarakatnya,” kata Djafar.
Selain itu, Senator Djafar juga menngungkapkan tentang rencana revisi UU Pilkada yakni UU No.10/2016 dengan menekankan pada beberap isu. Di antaranya adalah penguatan Bawaslu, penyederhanaan tahapan Pilkada, regulasi yang diterbitkan KPU khususnya berkaitan dengan e-rekap, mantan narapidana yang ikut Pilkada, dan isu strategis lainnya yang berkembang.
Dalam pertemuan tersebut, sejumlah Kabupaten termasuk Bupati Sumba Timur Gidion selaku dan Bupati Sabu Raujua Nikodemus yang hadir dalam pertemuan tersebut menyarankan ke depannya agar anggaran Pilkada tidak lagi memberatkan APBD. Sebagai Kabupaten yang termasuk ke dalam kapasitas fiskalnya terbatas, adanya alokasi anggaran Pilkada di APBD cukup mengurangi alokasi anggaran bagi pembangunan dan pelayanan di daerah mereka.
“NPHD sudah di tandatangani, anggaran cukup besar bagi kami. Menyerap anggaran yang cukup besar dan kami harus menyesuaikan anggaran untuk pembangunan daerah. Selain itu, Pemda juga harus menanggung biaya BPJS kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan dan penyesuaian Upah Minimum sementara peningkatan Dana Aalokasi Umum hanya sedikit,” kata Gidion.
Sebagaimana diketahui bahwa Total anggaran Pilkada 2020 untuk sembilan Kabupaten tersebut sebesar Rp189.282 miliar lebih dimana Kabupaten Sabu Raijua Rp15 miliar; TTU Rp25 miliar, Belu Rp18 miliar, Malaka Rp14,7 miliar, Sumba Timur Rp29,7 miliar, Ngada Rp22,062 miliar, Sumba Barat Rp19,9 miliar, Manggarai Barat Rp26,31 miliar, dan Manggarai Rp 19 miliar.
Komisioner KPU NTT Yosefat yang hadir mengungkapkan walaupun NPHD sudah ditandatangani akan tetapi jumlah yang disetujui tidak semuanya sesuai dengan pengajuan. Dengan anggaran yang terbatas, tuntutan bagi peningkatan kualitas Pilkada dan aparatur sangatlan tinggi. Hal ini hendaknya menjadi pertimbangan bagi Pemda yang menyelenggarakan Pilkada. Sebagai solusi, e-rekap dapat dijadikan sebagai salah satu solusi alternatif untuk mengefisiensi anggaran Pilkada.
Sebagai akhir pertemuan, Senator Paul (sapaan akran Abraham Liyanto) membenarkan bahwa NTT merupakan Daerah termiskin, terluar, tertinggal, walaupun ada Dana Desa belum cukup mengangkat NTT dari kondisi di atas. Hal ini ditambah lagi dengan adanya anggaran Pilkada 2020 yang dibebankan kepada APBD menambah rumit pembiayaan di Daerah. Walupun demikian, keberadaan Dana Desa cukup membantu desa-desa yang ada di NTT saat ini mencapai Rp3,3 trliyun dan R73 triliun alokasi Dana Desa di APBN 2019. Paul juga sependapat e-rekap sebagai solusi.
Sebagai penutup, senator Djafar yang mewakili Komite I, menyatakan bahwa DPD menaruh perhatian serius terjadap anggaran Pilkada yang di bebankan di APBD. Komite I mendukung adanya pendanaan Pilkada dari APBN sehingga tidak membebani APBD. Selain itu juga mengurangi konflik interes di Daerah. Hal ini akan di dorong menjadi salah satu poin revisi UU Pilkada (UU10/2016).