KontraS Sebut Intelijen Kepolisian Buruk, Ini Penyebabnya
jpnn.com, MEDAN - Komisi untuk Orang dan Korban Tindak Kekerabatan (KontraS) Sumut menilai, betapa buruknya sistem manajemen intelijen kepolisian dalam pengamanan demonstrasi ribuan mahasiswa di depan gedung DPRD Sumatera Utara yang berujung bentrok, Selasa (24/9) lalu.
Salah satu buktinya adalah ditangkapnya anggota DPRD Sumut, Pintor Sitorus. Dia juga dipukuli sama seperti yang dialami mahasiswa. Pintor baru dibebaskan setelah nyaris terjadi kericuhan antara petugas sekuriti DPRD dengan Intel yang menangkapnya.
Bukti lainnya, sebagaimana diungkapkan Koordinator Kontras Sumut, Amin Multazam dalam konferensi pers, Rabu (25/9), terjadinya upaya pengejaran mahasiswa oleh polisi hingga ke teritori TNI, yakni ke markas Kodim. Mengarahkan gas air mata ke TNI.
“Tidak ada kontrol komandan terhadap pelanggaran yang dilakukan anggotanya, itu bukti lemahnya manajemen intelijen kepolisian,” tegas Amin didampingi aktivis antikekerasan lainnya, Ibrahim (Sahdar) dan Quadi Azzam (SIKAP).
KontraS dalam investasi yang dilakukan pasca demonstrasi mahasiswa berlangsung juga menemukan sejumlah pelanggaran prosedur tetap pengendalian massa.
Sesuai dengan Perkap No 16/2006. Bersikap arogan, terpancing perilaku massa, mengucapkan kata-kata kotor, memaki-maki pengunjuk rasa dan sebagainya.
Kepolisian juga disebutkan menyalahi Perkap No 1/2009 karena mengerahkan kekuatan yang berlebihan dalam hal pembubaran massa. Seharusnya tetap menerapkan prinsip akuntabilitas dan terukur.
BACA JUGA: Demo Mahasiswa Rusuh, 7 Mobil Polisi Dirusak, 1 Anggota Dewan Dipukul, 53 Orang Ditangkap