Kota Tua Menjadi Pilihan Belajar, Diikuti Setiap Anak Setiap Sore
Di gelaran beralas terpal, meski tanpa ruang kelas. Jenjang usia belajar di yayasan itu tetap digolongkan. Kelas Bintang untuk anak setaraf Playgroup dan Taman Kanak-kanak (TK), Kelas Bulan setaraf anak kelas 1-3 Sekolah Dasar (SD).
Kemudian, Kelas Matahari setaraf kelas 4-6 SD, Kelas Bumi setaraf kelas 1-3 Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Kelas Pelangi untuk anak berkebutuhan khusus. “Ada 4 anak yang masuk kelas Pelangi di sini,” ujarnya.
Tentunya tanpa bantuan relawan dan guru bantu, Any tak akan sanggup membimbing masing-masing kelas. Layaknya sekolah reguler, setiap kelas di taman belajar itu ada wali kelasnya. Ada ketua kelasnya juga. Mata pelajarannya juga tetap sama, ada Bahasa Indonesia, menulis, berhitung, menggambar, membaca, hingga mengaji.
“Kurikulumnya juga disesuaikan, kalau di sekolah musimnya ujian. Sebab disini ada juga anak yang masih bersekolah reguler. Nanti kalau mereka ujian, kita juga ujian. Ada raport-nya juga, yah sekadar bentuk penghargaan, kan mereka juga jadi bangga, bahkan yang dapat ranking, juga dikasih piala,” papar Any.
Jauh dari bayangan Any, mengeluarkan ijazah bagi anak didiknya usai lulus nanti. Menginat waktu belajar hanya 3 jam seminggu, tentunya masih jauh setaraf dengan syarat mutlah legitimasi yang dikeluarkan pemerintah.
“Saya ketemu mereka 3 jam dalam seminggu, anggap aja raport ini sebagai penyemangat, kan ada piala juga buat yang ranking. Usaha mereka mau datang juga perlu dihargai. Setidaknya mereka datang ke sini ada kesan menyenangkan,” ucap perempuan berkulit putih itu.
Sedikit membuka diri, motivasi Any membentuk yayasan belajar gratis ini digelutinya sejak 10 tahun lalu. Istri seorang pengusaha ini sudah memiliki anak asuh di segala penjuru daerah. “Yah, di tempat asal saya aja (Blitar) ada ratusan anak, di Jakarta ada yang di Cakung, Cawang, Jakarta Timur sama di sini,” ungkap perempuan yang sedang menyelesaikan studi Manajemen dan Hukum di dua universitas berbeda ini.
Masa kelam sosialita kehidupan bersama kawan sepergaulanya dirasakan sudah cukup. Glamour, senang-senang, pesta, layaknya kehidupan artis ditinggalkannya sejak tiga tahun silam. Menyenangkan anak-anak jalanan ini merupakan titik balik, katanya.