KPK: Kontrol BP Migas Harus Diperbaiki
Kepala BP Migas Tak Akui Pengawasan LemahKamis, 10 Juli 2008 – 09:04 WIB
Usai bertemu tiga jam, Wakil Ketua KPK Haryono Umar mengungkapkan banyak hal yang harus diperbaiki, terutama pengawasan terhadap minyak mentah siap jual (lifting). ”Internal kontrol perlu diperbaiki. Harusnya ke side (lokasi, Red) sana terjadinya produksi,” ujarnya di Gedung KPK Kuningan kemarin. Selama ini, perhitungan dilakukan di Jakarta oleh lima lembaga yakni BP Migas, Depkeu, Bank Indonesia, Kementerian ESDM, dan Pertamina.
Meskipun data sudah terkomputerisasi, namun pengawasan di lokasi pengeboran harus dilakukan. ”Kita harus betul-betul yakin semua info valid,” ujar mantan auditor BPKP itu, lantas menambahkan berapa minyak yang diproduksi harus dipantau dan dihitung, bukan hanya lifting.
Tak hanya KPK yang membidik BP Migas. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mencium ketidakberesan dalam penerimaan dana migas. Ketua BPK Anwar Nasution mensinyalir ada penyelewengan penerimaan dan pengeluaran dana minyak dan gas yang tidak transparan. Bahkan, Anwar mencurigai ada penerimaan penjualan minyak yang tidak disetorkan langsung ke kas negara, melainkan ditampung terlebih dahulu di rekening di luar rekening negara. Saat ini lembaga audit negara itu sedang menelusuri hal tersebut.
Kepada wartawan, Haryono mengakui pertemuan KPK dengan BP Migas adalah tindak lanjut dari temuan BPK. “Diharapkan manajemen migas kita kedepannya bisa lebih transparan, lebih akuntabel dan lebih kredibel. Setidaknya, pertemuan kemarin menghasilkan beberapa kesepakatan misalnya bakal ada pengkajian ulang mekanisme perhitungan jumlah lifting, perbaikan mekanisme pengawasan, perbaikan pencatatan cost recovery, manajemen aset, dan perbaikan dalam hal keuangan. ”Dalam waktu dekat akan ada pertemuan-pertemuan yang membahas soal teknis,” ujar pria berkumis tipis itu.
Kepala BP Migas Priyono mengungkapkan masih ada beberapa hal yang harus diperbaiki, salah satunya soal perhitungan lifting. ”Masalahnya lifting ini bagaimana caranya agar kita betul-betul selamatkan sehingga tidak ada kemungkina pihak melakukan penyelewenangan karena internal kontrolnya yang lemah,” ujarnya.
Meski demikian, Priyono menolak mengakui pengawasan internal BP Migas lemah. ”Kami akan terus meningkatkan,” ujarnya, diplomatis. Meski harus menanggung cost recovery dari kontraktor kontrak kerja sama (KKKS), BP Migas masih mengaku untung dan menyetor jumlah signifikan ke pendapatan negara. ”Konstribusi migas untuk negara 30 sampai 40 persen masih cukup besar. Cost recovery itu terakhir 11 miliar padahal pendapatan negara hampir USD 300 miliar,” akunya.