KPK: Tak Perlu Repot Beri Imbalan ke Pelapor Kasus Korupsi
jpnn.com, JAKARTA - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo mengatakan pemerintah sebenarnya tidak perlu repot mengalokasikan dana imbalan untuk pelapor kasus rasuah.
Pemberian imbalan itu diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 43 Tahun 2018. PP ini diteken Presiden Joko Widodo pada 18 September 2018. Dalam PP itu, pelapor kasus korupsi diberi imbalan maksimal Rp 200 juta.
Agus mengatakan KPK sebenarnya sudah punya peraturan terkait imbalan bagi pelapor kasus korupsi. Menurut Agus, dalam dua aturan KPK sebelumnya, justru tidak ada batas maksimal hadiah yang diberikan kepada pelapor.
Agus menjelaskan besaran premi yang diberikan adalah dua per mil atau 0,2 persen dari total kerugian negara. Nah, Agus menegaskan pemerintah sebetulnya tidak perlu repot mengalokasikan dana khusus.
Sebab, kata dia, dalam peraturan yang ada sebelumnya, imbalan itu bisa dipotong langsung dari kerugian negara yang dikembalikan koruptor, setelah adanya amar putusan pengadilan. "Ya dikembalikan, dan langsung dipotong," kata Agus di gedung DPR, Jakarta, Rabu (10/10).
Menurut Agus, KPK sudah pernah mengusulkan dalam rapat pembahasan, agar jumlah imbalan yang diterima pelapor lebih besar. Namun, ujar dia, usulan KPK agar imbalan yang diberikan satu persen dari nilai kerugian negara malah tidak diindahkan. "Satu persen paling tidak karena dengan satu persen itu lebih menarik," katanya.
Menurutnya, usulan KPK pada waktu pembahsan tidak diindahkan karena kekhawatiran pemerintah akan mengeluarkan yang besar. "Padahal menurut saya tidak. Jadi kami akan mencoba mengomunikasikan dengan presiden apakah mungkin (PP) itu dilakukan perubahan," jelasnya.
Dia menambahkan, kalau hadiah satu persen dari nilai korupsi tentu akan menarik. "Kalau satu persen kan menarik, jadi harapannya mendorong mau melapor karena ada hadiahnya tadi," katanya.(boy/jpnn)