KPU dan Kemendagri Beda Pendapat
jpnn.com - JAKARTA – Komisi Pemilihan Umum (KPU) menggulirkan wacana melarang seseorang berstatus tersangka ikut maju sebagai calon di pilkada. Aturan mengenai pelarangan itu sedang dirancang.
Sebab, belum ada payung hukum yang menaunginya. Ketentuan di atasnya, yakni UU No. 8 Tahun 2015 tentang Pilkada tidak mengatur tentang hal tersebut.
Begitu pula dalam draf revisi UU Pilkada yang kini sedang difinalisasi pemerintah. Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) juga tidak memasukkan pembatasan seorang tersangka mencalonkan sebagai calon kepala daerah.
”Tidak. Kami tidak atur. Sebab, itu nanti akan bertentangan dengan asas praduga tak bersalah. Bertentangan dengan undang-undang lainnya,” tutur Plt Sekretaris Direktorat Jenderal Otonomi Daerah (Otda) Kemendagri Anselmus Tan saat dihubungi kemarin (20/2).
Selain dimuat dalam Kitab Undang_Undang Hukum Acara Pidana (KUHP), asas praduga tak bersalah juga diatur dalam UU. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. ”Tapi, nanti kita lihat dalam proses pembahasan di parlemen,” imbuh Anselmus.
Rencana KPU memuat aturan pembatasan seorang tersangka mencalonkan diri di pilkada sempat disampaikan Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay. Pelarangan itu dimaksudkan untuk mengantisipasi kerumitan sebagaimana yang ditemui dalam kasus sengketa rencana pelantikan bupati dan wakil bupati terpilih Simalungun, Sumatera Utara.
Dalam perkara tersebut, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menolak melantik bupati dan wakil bupati terpilih. Sebab, wakil bupati terpilih Amran Sinaga telah ditetapkan menjadi terpidana kasus perizinan hutan saat masih menjabat kepala Dinas Kehutanan Kab. Simalungun. UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah melarang seseorang yang berstatus terpidana menjadi kepala pemerintahan. (dyn/gun/sof)